Selasa, 20 Maret 2018

[Review] Sepatu Boots Doctor Martens 1460 Cherry Red Smooth





Hi, all..... 
Setelah mereview sepatu boots Head Dura Dry sekian waktu yang lalu (sudah lamaaaaa bangeds), sekarang saya akan menambahkan review sepatu boots saya yang lain. Dia adalah Doctor Martens seri 1460 warna cherry red dengan tekstur permukaan bahan kulit yang smooth. Betul brosis, Doctor Martens ini adalah brand Inggris, dan seri 1460 ini adalah boots dengan style klasik yang sangat legendaris.

Doctor Martens 1460 Cherry Red Smooth saya pakai dengan skinny jeans. Standing out, right? :)

Sekilas tentang Docmart
Sepatu Doctor Martens di Barat sana sering disebut Doc Martens atau Docs saja. Di sini sewaktu saya SMA dan kuliah sering disingkat Docmart atau DM. Sekarang pun kayaknya masih sama ya, Docmart; DM kayaknya tidak populer.

Di negara asalnya, Inggris, Docmart identik dengan kaum punk dan subkultur, serta jiwa rebellion. Awalnya, boots Docmart yang terbukti kuat dan tahan lama ini jamak dipakai oleh kalangan pekerja lapangan seperti tukang pos, polisi, dan pegawai pabrik.

Lho kok namanya pakai kata “doctor” segala? Ada hubungan apa antara sepatu boots dengan dokter? Jadi, begini. Docmart lahir dari pengalaman empiris seorang dokter militer Jerman bernama Klaus Maertens yang mengalami cedera kaki sewaktu bermain ski, bukan sewaktu perang lho ya. Nah, untuk menunjang penyembuhan cederanya, ia membuat sepatu custom yang sesuai, mengingat sepatu militer pada umumnya itu solnya terlalu keras. Kenyamanan sepatu desainannya tersebut terletak pada solnya yang memakai bantalan udara (air cushioned), sehingga berasa empuk. Setelah sekian waktu, perusahaan sepatu dari Inggris membeli lisensi si Dokter ini dan mulai memproduksinya secara masal di Inggris pada tahun 1960. Nah dari tahun tersebutlah muncul seri Docmart 1460, atau 1-4-1960, yang artinya: 1 April 1960, tanggal peluncuran seri sepatu tersebut ke publik.

1460 habis buat blusukan di kebun. Berdebu tapi tetap shiny looks

Selanjutnya, yang saya tahu, karena hampir mengalami kebangkrutan yang disebabkan oleh faktor biaya produksi yang kian melambung tinggi, pembuatannya secara masal dipindahkan ke Asia yang lebih ekonomis, tepatnya Vietnam dan Cina. Please kindly CMIIW.

Saya kurang update, sekarang pabriknya ada di mana saja; tetapi yang saya punya ini diproduksi di Vietnam. Kok tidak di Indonesia ya? Kan saya bisa mborong banyak-banyak... jiaahh gayamuuuh. Well... I think you know the reasons are. Untuk beberapa seri vintage-nya, Docmart tetap diproduksi di Inggris. Katanya, itu atas permintaan para penggemarnya yang menginginkan tetap dipertahankannya faktor “otentik” dengan jargon “made in England”. Oke, cukup cerita sejarahnya. Sejarah lengkapnya, sudah banyak yang menuliskannya. Silahkan anda googling sendiri yak :)

Kepingin sejak SMA
Alhamdulillah, saya beruntung dan bersyukur, akhirnya punya sepatu ini juga. Tadinya, sepatu yang sebenarnya sudah sejak SMA saya taksir ini tidak kuat kebeli. Hiks. Bahkan, dahulu ketika harganya masih Rp200 ribu itu pun terasa amat-sangat-mahal-banget, di awang-awang. Mana mau bokap saya mbeliin. Paling pol sepatu yang saya pakai harganya Rp50 ribuan doang. Lha pas saya lihat adik kelas saya memakai yang warna marun atau cherry red, saya hanya bisa kepingin…. Huhuhuuu kasihan deh saya.

Axl Rose dan Doctor Martens 1460 hitam (sumber: Google)
Saya tambah kepingin lagi manakala nonton Axl Rose memakainya saat konser dengan grupnya, Guns N’ Roses, di Tokyo Dome. Btw, saya cuma nonton videonya doang lho ya, bukan pentasnya di Jepang sana haha…. *cetho ora kuat duite-lah*. Axl memakai yang warna hitam dan looks kereeen banget. Saya jadi tambah ngiler.

Terus, saya langsung beli kah? Tentu tidaklah, belum kuat cyiin. Walaupun tangan saya sudah merogoh dalam-dalam saku baju, saku rok, saku jaket, dan saku celana saya; duitnya teteup duit kricik-kricik yang bak tong kosong nyaring bunyinya. Kalau saya paksain merogoh lebih dalam lagi, ending-nya hanya nembus di daleman saku yang bolong saja. Sekali lagi, kasihaaan deh saya...

Perburuan dimulai
SMA lewat, kuliah pun berlalu. Docmart masih belum di kaki. Saya pun memasuki masa bekerja; dan seiring waktu, keinginan punya Docmart itu lenyap ditelan angin. Padahal saya sudah punya duit sendiri, hehehe. Manusia!

Tahu-tahu tidak dinyana, sewaktu jalan-jalan di Mal Malioboro tahun 2011, saya melihat sepatu ini lagi. Wuaaaa..... mendadak saya bahagia, dan bisa ditebak: CLBK! But, ketika saya melihat size yang tersedia dan coba mengepaskannya di kaki saya.... O’ow.... ternyata kedodoran, brosis. Guede bangettt, ukurannya 40 ke atas. Ukuran saya sendiri 38 meski kadang 39 pun oke. Huhuu, saya kecewa, belum berjodoh.

Selanjutnya, bisa ditebak. Saya pun jadi galau. Ingin memiliki, tetapi dianya masih belum mau juga. Akhirnya saya tekadkan bulat-bulat untuk memilikinya bagaimanapun caranya (tapi tidak dengan nyolong dan nipu lho ya, apalagi ngerayu…. mitamit). Mal demi mal, toko demi toko yang ada di Jogja pun saya uprek-uprek. Hasilnya: nihil! Pernah dapat info bahwa di Mal Ambarrukmo Plaza ada konternya. Langsung deh cabuuut ke sana. Sampai sana, ternyata menurut info terapdet mbak-mbak SPG, konter tersebut sudah kukut! Tutup, sodara-sodara. Hwedeh...! Gagal maning, Son.

Ah, kota sekecil Jogja ini rasanya kurang bisa diandalkan untuk pencarian barang impor sejenis itu, at least untuk saat itu, tahun 2011. Sekarang di tahun 2018 saya nggak tahu, wong semenjak asyik miara Jimny saya sudah empat tahun nggak menginjakkan kaki di mal… Hehe, rekor MURI nih! Padahal sekarang Jogja penuh dengan mal, dari yang namanya mainstream, njelehi, sampai wagu… ada semua. Tetapi entah mengapa saya tidak lagi terpikat kesana. Saya mending ngintil masjo main ke bengkel daripada buang-buang duit di mal *nggayaa, kayak yang punya Peruri saja*. Ow bukaaan, bukan karena saya ini menkeu lantas saya memata-matai pengeluaran mbengkel suami, tapi karena saya suka Jimny kami jadi tambah sehat, kece, dan tangguh hehe.

Okey, back to topic. Besar kemungkinan di kota metropolitan Jakarta ada. Lalu saya kontaklah adik saya yang tinggal di Jakarta. Dia pun saya minta nyariin, secara di Jakarta itu segalanya ada. Benar saja, adik saya menemukannya. Kalau tidak salah ingat, di Mal Senayan. Seneng dong saya. Harganya Rp1,2 juta. Okeee.... bungkusss. But then, adik saya ngabari bahwa nomor yang paling kecil ternyata 39, dan itu sudah tampak besar banget katanya. Kata adik saya, untuk kaki saya yang ukuran 38 pasti kedodoran. Ealah, gagal maning, gagal maning. Saya kembali kecewa. Ora popo, telan sajalah kepahitan ini hiks....

Beli online
Iseng-iseng saya browsing online. Nemu situsnya, dmusastore.com dan yeaay... nemu barangnya juga…. tapi cilaka! Mereka tidak shipping ke Indonesia! Wottt??? Ya, itu gegara reputasi Indonesia yang terkenal dengan kasus carding-nya di mata internasional. Akhirnya banyak situs belanja keren yang mem-black list negara kita sebagai tujuan pengiriman. Mangkel banget kan?

Perjuangan belum berhenti. Saya masih keukeuh pokoknya. Kali ini minta bantuan masjo. Dikontaknyalah temannya yang bakulan online di ebay.com dan berhasil! Lewat perantara si teman ini, transaksi pun dimulai. Harga asli di situsnya US $120. Waktu itu tahun 2011 kurs Dollar masih sekitar Rp9.500-an. Ditambah ongkir, pajak, fee, total nominal yang saya bayar Rp1,65 juta. Wew, berat di ongkos? Ya, begitulah. Selanjutnya berharap-harap cemas barangnya nyampe tidak; kalau nyampe, kapan? dan kayak apa ya barangnya? Pas tidak ya di kaki saya? Hmmmm…..

Dan Docmart itu pun jadi milik saya
Dijanjikan, barangnya akan datang sekitar sebulan lagi. Huaaaaa, lamo niaaan. Tunggu punya tunggu, tiga minggu pun sudah terlalui dan.... akhirnya dia datang juga. Paket itu dikirim dari Toko Scorpion Shoes, London, United Kingdom. Alamaaak.... jauhnyoo. Ada labelnya “Royal Mail” pulak. Wuiiih.... excited banget saya, dari toko di Inggris, bok! bukan dari bakul-bakul online geje.
 
Bungkus plastik paket from England :)
Unboxing... Kotak kardus Doctor Martens 1460

Fiuuh. Akhirnya kebeli juga nih sepatu impian *kugenggam dan tak ‘kan kulepas, sampek bobok pun dipakek, LOL*. Big thanks to adik saya yang sudah ikut repot nyariin dan akhirnya nraktir nih sepatu. So, dari pertama kepingin sampai akhirnya nyampai kaki butuh waktu 17 tahun, baca: tujuh belas tahun. Itu seumuran abege yang sedang kinyis-kinyis-nya. Dan saya pun terharu *kacu mana kacu….*

Tahun 2011. Sepatu baru, alhamdulillah... langsung dicoba. Masih mulus dan kencang kulitnya
Hikmahnya, kalau anda punya impian atau cita-cita, ya jangan mudah menyerah, brosis. Perjuangkanlah sampai tercapai, walaupun itu memakan waktu yang sangat panjang dan penantian yang lama. Tetap berjuanglah dan semangat!


Kalau dipikir-pikir, lucu juga sebenarnya. Bikinnya di Vietnam, Asia Tenggara, lantas dikirimkan ke UK, Eropa sana, lalu dibalikin lagi ke Asia Tenggara, Jogja. Hahaii.... sepatu ini sudah melanglang buana.

Unboxing si 1460 Cherry Red Smooth di tahun 2011. Dapat tali cadangan warna kuning yang sampai sekarang belum pernah saya pakai

Ketagihan Docmart
Oh iya, sejak beli seri 1460 ini, saya jadi semacam rindu-dendam plus semacam “ketagihan untuk beli Docmart lagi. Saya menyukai sturdy dan stylish-nya Docmart. Akhirnya, tidak lama berselang setelah itu saya membeli lagi sepasang boots cewek. Kali ini seri Marcie, warna kuning/coklat muda. Harga di situsnya US $140, saya tebus dengan menambah ongkir, pajak, dan fee, total jadi Rp1,85 juta.

Boots Doctor Martens saya: Duo Marcie dan 1460
Saya suka banget dengan si Marcie yang wedge hi-heels ini. Begitu pun masjo yang suka melihat saya memakainya. Hehe, dapat dukungan. Masjo menyarankan saya beli lagi yang warna lain, biar yang kuning ada gantinya sehingga tidak cepat rusak. Sekitar sebulan kemudian saya beli deh yang coklat tua, seharga Rp1,75 juta. Beda seratus ribu, karena saat itu sedang ada diskon. Belinya sama, secara online di ebay namun beda penjual.

Marcie dobel ini lebih sering saya pakai untuk kerja ketimbang dolan ngejip. Kecuali ngejipnya ke tempat yang alus-alus, itu pun kadang-kadang saja. Wew, perlukah saya buatin reviewnya? Mungkin suatu saat yak ^^. Nggak janji tapi. Maklum, saya kan blogger langka. Langka nge-posting….. ingaak ingaak…. tingg!

Penampakan Docmart 1460
Boots 8 lubang tali ini terbuat dari kulit asli yang tebalnya sedang. Warnanya merah ceri atau sering kita sebut merah marun. Permukaannya licin, bin glossy, alias smooth. Jahitannya rapi dan halus, kuat pula. Pada upper samping luar terdapat tanda embos bertuliskan “Dr. Martens”, dua garis horisontal, dan tulisan “Air Cushion Soles”.

Embos "Dr. Martens"
Embos "Dr. martens", difoto malam hari dengan lampu dapur :D

Embos "Dr. Martens" pada sepatu kiri dan kanan, sisi luar
Bagian sol Docmart ini berbahan karet warna kuning kecoklatan semi transparan. Sol ini  diklaim memiliki ketahanan terhadap minyak, lemak, asam, produk minyak bumi, dan alkali (oil, fat, acid, petrol, alkali resistant). Menurut situs resminya, sol ini disatukan/dilem dengan upper-nya dengan pemanasan mesin sehingga menjamin kesolidannya. Struktur sepatu pun menjadi kuat, tidak mudah jebol, atau “mringis” minta dilem ulang.

Sol bawah berbahan karet
 
Tidak hanya dilem saja, sol pun masih dijahit kuat. Jahitan kuning atau yellow stiching pada sol atasnya bahkan sudah menjadi ikon Docmart yang begitu terkenal. Di bagian back upper terdapat tag pita hitam dengan tulisan kuning “AirWair” dan “With Bounching Soles” yang juga ikonik Docmart.

"Yellow stich" yang khas Doctor Martens
Label "Air Wair with Bounching Sole" yang juga khas Doctor Martens

Lidah luar sepatu tertutup oleh tali hitam yang bulat ramping. Diberikan pula tali cadangan yang lebih besar dan berwarna kuning ngejreng. Cocok untuk anda yang menyukai penampilan ekspresif dan berani. Saya mah biasa saja orangnya, hehe. Sejak beli sampai saat ini yang saya pakai hanya yang hitam itu.

Kita tengok bagian dalam. Alas tempat kaki berpijaknya (insole) berwarna coklat muda yang di pinggir-pinggirnya terdapat lubang-lubang fentilasi kaki. Alas ini bertuliskan “Doctor Martens AirWair” dengan pola agak melengkung ke atas, a la-a la rumah gadang. Lidah bagian dalam merupakan kulit balik/suede. Terdapat beberapa keterangan di situ: merk, seri, ukuran, dan tempat diproduksinya.

Insole coklat muda bertuliskan "Dr. Martens" dan "Airwair"
Brand England, made in Vietnam

Kenyamanan, ketangguhan, dan ke-stylish-an
Setelah dipelototi puas-puas dari segala penjuru, dielus-elus, bahkan dicium aroma barunya yang khas kulit itu, hehe... tibalah saatnya mencoba memakainya. Kece badayyy! Beuh... saya bak Axl Rose versi perempuan, hihihi. Hanya saja, saya tidak pakai bandana, dan di atas panggung teriak-teriakwelcome to the jungle” ^^.

Difoto setahun setelah beli, tahun 2012 bersama Eiger pendahulunya
Di kaki saya, Docmart berukuran Europe 38 women ini agak longgar, tidak benar-benar pas. Yaa 90% lah. Sepatu dengan ukuran 38 versi Eropa ini rasa-rasanya setara dengan 38,5 versi kita orang Asia. Tadinya saya gambling mau beli yang nomor 37 tapi takut kekecilan, ntar malah tidak bisa dipakai sama sekali, kan repot. Saya pelajari size chart yang dirilis Docmart, tampaknya ukuran yang pas buat kaki saya itu 37,5 yang mana tidak tersedia di situ. Timbang sini timbang sana, akhirnya fix dipilihlah nomor 38 yang ternyata: benar... agak kebesaran, yang di situ kadang saya merasa kayak Goofie, “euheukk.. uwo uwoo”. Solusinya, saya harus memakai kaus kaki yang agak tebal supaya bisa lebih pas di kaki.

Goofie yang sepatunya aduhai panjang gede (sumber: disneyclips.com)
Goofie mengarak Pluto. Lucu ya, anjing miara anjing.... ehehe (sumber: helpmebro)

Tahun 2012 saya berkesempatan ke Singapura selama 4 hari. Weitt, bukan karena saya banyak duit lantas saya jalan-jalan ke luar negeri, tapi ini acara dari tempat mburuh semata. Kebetulan saya termasuk yang beruntung bisa ikut acara tersebut. Di sana Docmart ini menemani saya dengan setia *karena cuma sepatu satu-satunya yang saya bawa... hihi*. Acara saya banyak dihabiskan dengan jalan kaki dan jalan kaki: naik turun stasiun, keluar masuk MRT, keluar masuk mal, menyusuri jalur pedestrian, tak lupa poto-poto *dengan gaya njelehi-nya* di Merlion dan di depan globe bertuliskan “Universal Studio”. Intinya, acaranya nyaris didominasi dengan berjalan kaki, dan sepatu ini asyik-asyik saja, kece-kece saja. Cuma, saya perlu sesekali berhenti untuk mengistirahatkan kaki karena terbebani oleh beratnya sepatu ini.

Difoto tahun 2012, masih mulus tanpa cela
By the way, lingkungan kota di sana asli nyaman buat berjalan kaki. Jalur pedestrian-nya lebar-lebar dan teduh-teduh. Di mana-mana bersih, sign system-nya pun jelas. Tidak usah khawatir tersesat. Saya pun tidak perlu takut sepatu kesayangan ini nginjek comberan, jeglongan,  telek pitik, telek manuk, dan kroni-kroninya  ranjau-ranjau hewani’. Hmm... kapan ya, negeri kita bisa seperti itu? Lha wong setiap ada trotoar baru, para bakul langsung berbondong-bondong mendudukinya kok. Kayak para tamu yang digelarin tikar. Kita jalan kaki di sepanjang trotoar bisa nabrak gerobag angkringan 5x, ciblon di ember tukang tambal ban 3x, atau kecemplung bak cucian pecel lele 7x.

Saya lupa pada hari keberapa, waktu itu saya berinisiasi memakai kaus kaki dobel, dengan harapan sepatu bisa lebih fitted di kaki, nempel plegg kayak perangko.... tetapi saya keliru. Kaus kaki yang terlalu teballl di sepatu yang longgar dan berat ternyata justru menyiksa kaki. Jadilah pas menjelang sore, berjalan saya agak pincang karena ngampet lecet di kelingking. Uhuuu. Mana di sono kagak ade warung pinggir jalan yang jual sandal Swallow. Nah, di situlah paradoksnya. Meskipun mengganggu fungsi trotoar, para bakul pinggir jalan itu sering membantu masalah kita yang kadang muncul secara mendadak, hihi.

Buat blusukan nonton Tantangan Susur Rimba 2014. Tak apalah lecet sepatunya daripada lecet kakinya ^^
Baiklah, kita kembali ke Docmart. Selain buat jalan kaki sepanjang negeri singa itu, Docmart ini menemani saya pula ketika blusukan nonton adventure offroad Tantangan Susur Rimba atau TSR di Kalipesing, Pleret, Bantul tahun 2014. Waktu itu musim kemarau, tanah yang saya pijak pun notabene kering. Saya berjalan kaki mblusuk di kebun, melintasi jalan setapak, menginjak bebatuan cadas, dan menerabas semak-belukar. Tak pelak, banyak ranting kering dan onak duri yang menggores dan menusuk, dan Docmart ini menjadi pahlawan pelindung bagi kaki saya.  Bagian kulit luar sepatu sedikit lecet di sisi depan. Tak apa, daripada kakinya yang lecet. Dan itulah gunanya sepatu. Sol karetnya yang kuat terbukti handal pula menginjak bebatuan dan kerikil tajam. Namun belum mencapai separuh perjalanan dari jarak tempuh yang sekitar 2 km, kaki saya sudah terasa pegal karena beratnya si Docs, dan cara berjalan saya yang agak cepat.


Difoto jejer ban Jimny saya, tahun 2016
Ya, yang saya kurang suka dari Docmart ini adalah beratnya yang cukup signifikan. Angka 1,3 kg itu terasa memberatkan kaki ketika melangkah. Kaki seperti ada yang menggandhuli, menggelayuti. Apalagi untuk berlari, Docmart ini terasa kian berat, tidak menawarkan kelincahan. Dibandingkan dengan Head Dura Dry yang pernah saya review, yang beratnya 1,1 kg, saya lebih memilih Head untuk berjalan-jalan dan berlari-lari di medan blusukan, juga untuk berjalan jauh dalam waktu yang lama. Nah untuk berjalan-jalan atau ber-kota-kota di medan yang halus, atau dolan ngejip di medan yang “aman”, Docmart 1460 ini baru sesuai.

Difoto dengan lampu dapur, tahun 2016

Selain itu, untuk menapak di medan yang licin seperti tanah bercampur lumpur, Docmart ini kurang sesuai. Solnya ibarat ban AT (All Terrain,) tidak se-ngegrip Head yang ibarat ban extreme. Kurang cocok untuk nyemplung di hutan, terlebih di Hutan pinus Nglinggo Kulonprogo yang always slippery because of wet itu.

Jadi, 1460 Cherry Red Smooth Women milik saya ini adalah boot alusan, sesuai untuk berjalan di medan halus dan berjarak pendek-pendek. Bukan untuk trekking, bukan untuk berjalan jauh nonstop. Kalau soal stylish tidaknya, semua mungkin pada setuju, Docmart ini stylish abis, kece baday. Anda pakai, dan anda siap menjadi bintang. Bwahaha. *kecap!*.

Difoto dengan lampu dapur, tahun 2016

Kondisi di tahun 2018
Seperti yang Axl bilang dalam lagunya November Rain, “But nothing last forever………” yang demikian halnya dengan Docmart 1460 yang sudah berusia 7 tahun ini. Kemulusan si cherry red smooth ini tinggal 70-80% saja. Tercipta lekukan-lekukan di bagian punggungnya karena imbas berkali-kali menekuknya telapak kaki ketika memakainya. Lekukan-lekukan ini tampak jelas di sepatu kiri. Saya flash back mengapa bisa begitu. Tampaknya ini didapat ketika saya memotret pada posisi jongkok, dengan kaki kanan di depan menjadi tumpuan siku tangan, dan kaki kiri menekuk ke belakang yang telapaknya juga menekuk untuk dasar tumpuan badan. Ini terjadi berulang-ulang hingga terbentuklah lekukan-lekukan itu.

Selain ketidakmulusan tersebut, terdapat ketidakmulusan lainnya pada sepatu kanan bagian depan yang sedikit tercabik. Saya lupa kenapa. Sepertinya itu karena kecentel-centel sewaktu ngejip blusukan. Biasa, kalo CR-an kan saya navi KW 12 nyambi nukang poto yang gayane wae sibuk turun ke trek. Nginjak atau nggores ranting dan duri sudah biasaa.

Ketidakmulusan lainnya ada pada list hitam bagian paling atas sepatu. Kini kondisinya sudah “krikit-krikit” macam dikrikiti semut atau tikus. Saya lihat ini karena faktor umur, dan bahan list yang dari plastik tersebut tidak awet. Bahan kain yang dibungkus oleh list itu pun sekarang tampak mringis. Bikin penampilan sepatu tidak 100% lagi, tapi it’s okay, masih bagus kok, dan masih banyak pula yang naksir saat saya pakai. Sekali lagi, naksir sepatunya , bukan naksir saiyya :)))

Perawatan
Duluuu sewaktu belum punya, saya kepingiiiin banget. Eh, setelah punya, kok saya malas memakainya ya? Belum tentu setengah tahun sekali saya pakai. Si 1460 lebih sering nangkring di rak sepatu, si duo Marcie lebih sering keluar menemani saya, terutama yang kuning.

Kadang 1460 ini sampai berdebu tebal, kadang bahkan jamuran huhuu, kasihaan…. (astaghfirullah…. keterlaluan banget saya ini, nggak ingat apa, dulu kepinginnya kayak apa). Jamur ini muncul terutama pada saat cuaca lembab di musim penghujan. Bagian upper-nya jadi ladang jamur yang penampakannya sekilas mirip debu, abu-abu kehijauan. Pertama kali melihat, saya syok dong. How come? How lazy I am. How many year it’s been abandoned? But don’t worry, jamur ini mudah dibersihkan kok. Cukup disapu dengan kemoceng, dilap dengan kain kering, diangin-anginkan di teras rumah agar kelembabannya hilang, baru ditaruh lagi di rak sepatu yang sisi depannya terbuka, dan selesai. Kalau lagi rajin… hehe, sekalian saya bersihkan rak sepatunya agar tidak kotor dan lembab.

Untuk perawatan biasa, saya membersihkan Docmart-Docmart ini dengan kain halus, gombal kaos berbahan katun. Alternatif lain, dengan tisu. Pertama-tama, tali sepatu dilepaskan terlebih dahulu. Selanjutnya, upper cukup digosok pelan-pelan, dilarang hardcore ya brosis, agar kulitnya tidak terkikis. Sol bagian atas dan samping dibersihkan dengan sikat sepatu lembut atau sikat gigi. Setelah itu saya semir dengan Cololite cair warna netral baik upper maupun solnya. Jika berdebu lagi, cukup saya kemocengin saja. Belakangan, saya rawat juga dengan Cololite Leather Balsam agar terjaga kelembutan kulitnya.

Cololite Leather Balsam buat melembutkan kulit si Docmart, jarang yang jual offline, saya belinya di Bukalapak
 
Saya menulis review ini bertahap. Mungkin sudah sejak lebih dari dua tahun yang lalu, belum rampung-rampung dan ngendon di komputer, lalu dilanjutkan lagi dan lagi. Selama itu pula, kondisi Docmart 1460 saya berubah ke arah “penuaan”. Dengan menulis review ini, saya merasa disadarkan kembali bahwa boots yang dulu menjadi impian saya ini selayaknyalah sering-sering atau setidaknya secara berkala dipakai. Dibuatkan jadwalnya bila perlu. Tak perduli dipakai ke manalah. Mburuh kek, jalan-jalan kek, CR-an kek, hunting kek. Saya disadarkan kembali untuk mensyukuri nikmat; nikmat yang mungkin sedang diinginkan oleh orang lain namun belum mampu mereka raih. Saya langsung hampiri 1460 saya, alhamdulillah dia masih baik-baik saja. 
*Melo pisan euy.*
Difoto tahun 2016, sudah kelihatan kerutan-kerutannya

Brosis, saya beli Docmart 1460 dan Docmart duo Marcie ini ketika belum punya jip. Ketika itu pula andalan saya cari hiburan ya ngemal, pulangnya nenteng tas-tas kresek blanjaan a la emak-emak rempong, wajah saya pun sumringah-ngah-ngaaah  *dan masjo pun gagal paham*.  Kami masih belum ada acara blusukan di kebun, sungai, dan hutan; belum 'touring' dari bengkel ke bengkel, masih jauh dari racun Jimny, dan masih steril dari virus 4x4.

Sekarang, rasanya saya lebih bahagia main sama jip, meskipun itu ke bengkel yang syumuk. Di situ saya menemukan kebahagiaan ‘dimensi lain’. Terlebih main ke alam yang super asyik dan keren yang hanya bisa dijangkau dengan jip 4x4.  Saya jadi belajar ini-itu mengenai merawat gerobak tua, recovery, dan juga brotherhood.  Masjo pun tak perlu ngumpetin nota atau bon-bon bengkel.... hehehe. Yang jelas, ini semua menjadi jalan saya untuk banyak bersyukur. So, sodara-sodara, apa nggak bahagia masjo punya istri macam saya? *Mbeeel…..!*

Kesimpulan
Merk: Doctor Martens
Seri: 1460
Bahan: kulit
Warna: Cherry Red
Jenis permukaan bahan: smooth
Jumlah eyelet: 8
Sol: karet
Berat: 1,3 kg
Dibuat di: Vietnam
Brand: Inggris
Tahun beli: 2011
Toko: Scorpion Shoes, London, UK (via ebay.com)
Harga toko: US$ 120;-
Harga total: Rp 1.650.000;-
Nyaman untuk: jalan-jalan ringan, nongkrong
Semir: Cololite cair netral & Cololite Leather Balsam

Pros:
+ Keren
+ Proteksi kaki oke
+ Sturdy
+ Awet
+ Everlasting classic style

Kons:
- Berat, tidak cocok untuk berjalan jauh dan lama
- Ukuran 38 versi Europe agak kegedean, ukuran 37,5 tidak tersedia
- Sol bawah kurang nge-grip untuk medan offroad

Nilai: 4 dari 5

Last but not least, here is my quote about boots:
“A woman in boots is uniquely beautiful and strong” (Piet)

Wassalam.

~Piet~