Minggu, 09 Juni 2019

Pengalaman Beli Buku Online: “The Big Book of Hair Metal” dan “The Encyclopedia of Heavy Metal”


Masih terngiang dalam ingatan, jingle iklan rokok tahun 90’an di radio
“Kopiku kental, musikku keras, rokok kretekku mantaaab.”
[iklan Gudang Garam Internasional, tapi postingan ini bukan di-endorse lho ya]  

Sebagaimana lirik lagu dalam jingle iklan tersebut, tampaknya musik keras a.k.a musik metal diperuntukkan bagi mereka yang berjiwa "bold". Dan pada masa itu musiknya sungguh berasa dewasa, nggak kayak musik ‘kid jaman now’ yang ulalaa jenthat-jenthit cilukbaa. *Adik-adikku yang unyuu… kagak usah protes yee.*

Nostalgile jaman old
Sehubungan dengan itu, akhir-akhir ini saya kok ya ndilalah jadi ndengerin lagi lagu-lagu metal dari zaman saya mulai jadi teenager itu. Tepatnya akhir 80’an sampai dengan awal 90’an. Apakah brosis idem juga? Jawaban ente: “Ah nggak sis, aku kan anaknya sendu, jadi ndengerinnya Dian Piesesha, I’is Sugianto, Ratih Purwasih, Betaria Sonatha, Obbie Mesakh, dan Pance Pondaagh. Xixixi… tenaang brosis tenaaang, saya pun terkadang ndengerin juga kok. Nggak sengaja tapi, dari radio AM yang diputer sama bulik saya;)

Penyiar-penyiar radio di Jogja tidak nganeh-anehi, wajar tapi wangun, tidak ada yang ngomong "gue-gue" dan "elo-elo" kayak siaran di Jakarte. Semua masih terasa kekhasan Jogjanya yang istimewa, sederhana, namun tetap nganak muda. Saat itu saya kadang suka ngrekamin lagu dari radio dan tivi pakai kaset kosong, ngukel pita kaset yang mbundhet dengan pulpen, juga pinjem-pinjeman kaset sama teman. Pada era TVRI dan baru-barunya RCTI tersebut musik metalnya asyik-asyik dan otentik; tak seperti musik metal era akhir 90’an dan era 2000’an yang menurut saya aneh

Yep, jaman old itu adalah zaman di mana saya mulai menapaki untuk mengerti hidup dan kehidupan. Weleeh... sok filosofis. ^^ Di masa tersebut saya mulai menjadi remaja tanggung yang seperti kebanyakan sebaya saya lainnya, mulai belajar mandiri, mulai dikit-dikit tahu ini-itu, juga kinda lil bit rebellious (karena das solen tidak seirama dengan das sein). Musik metal selain bikin bersemangat dan tegar di masa labil itu*cieeh… emange sekarang sudah stabil po? * juga rasanya bisa nggambuhi jiwa saya. 

Kini ketika saya sudah toewa  gede bin dewasa, menyukai jip dan dunia perjipan, genre musik keras ini kok ya nyocoki. Sayangnya, setiap kali mengikuti event jip, musik metal kok nyaris tidak pernah terdengar dari toa panitia. Selalu dan selalu yang dimainkan musik koplo. Begitu pula dengan live music-nya di panggung, nyaris selalu dihiasi dengan ciwi-ciwi gemulai - berpakaian mini - berbedak tebal - yang bernyanyi dan berjoget dalam irama ritmis dangdut koplo; yang biasanya diiringi oleh seorang pemain orgen, atau grup kecil orkes melayu kekinian.


Eniwei, kembali ke musik metal, dari yang tadinya sekedar ndengerin lagu lewat file kopian CD beli di Jalan Mataram sekian tahun yang lalu *hiks*, sekarang saya jadi suka nontonin video grup-grup metal 80’an lagi, mengunduh lagu-lagunya, dan mengamati lagi foto-foto potret maupun foto-foto panggung para personel berambut grembyang penuh hair spray itu. Kalik aja dapat ide buat nulis gitulah, hehe.

Beli di ebay
Nah, kerinduan akan zaman abege saya itu saya lengkapi dengan niatan beli buku tentang musik metal. Saya pun lagi pingin nulis satu-dua hal yang berkaitan dengan buku itu dan disiplin ilmu saya. Tsaah... apaan sih? Namun apa yang terjadi sodara-sodara? Di sini saya tidak menjumpai buku yang saya inginkan tersebut. Akhirnya saya harus beli online dari negeri orang, melalui e-commerce ebay.com.

Baidewei, ini merupakan kali pertama saya beli buku di ebay. Saya nitip teman a.k.a jastip. Sebelum-sebelumnya, saya biasanya beli sepokat, sepokat, dan sepokat…. secara saya demen sepokat gitu. *Raono sing tekon.*

Sebelum fix beli, saya browsing dulu buku yang kira-kira punya konten yang diinginkan. Akhirnya ketemulah dua judul ini:
-“The Big The Book of Hair Metal”
-“The Encyclopedia of Heavy Metal”

The Big Book of hair Metal, cover-nya Motley Crue, masuk banget.

Selanjutnya, saya cari-cari mana yang harga buku dan ongkirnya terendah. Ketemulah buku bekas yang dijual oleh sebuah toko di Amrik. Setelah itu, ngontak temen jastip, lalu dia yang melakukan transaksi dengan toko tersebut, dan… didapatlah kabar buruk bahwa dari Amrik sana mereka mau sih shipping ke Indonesia, tapi buku bekas itu tidak bisa masuk ke negeri tercinta kita ini.  Omagad! Waiiiiiy? Kenapa buku bekas tidak bisa masuk? Kenapa baju bekas bisa?? Saya bahkan pernah baca berita, maaf, kondom bekas pun bisa (dan ternyata itu untuk bikin aksesoris cewek seperti ikat rambut… yiakkk!). Tidakkah pemerintah ingin rakyatnya tambah pintar dengan mengizinkan masuknya buku bekas yang harganya lebih terjangkau? Hmmmmmm…….. :(

Ya sudah, tidak ada pilihan lain kecuali beli baru yang harganya menurut kantong misqueen saya mihill- Scotti Hill. Saya pun pasrah bongkokan biar beliau saja yang nyariin di ebay, dengan harga terbaik tentu saja, saya tinggal manut dan bayar. Akhirnya saya jadi beli kalau tidak salah pada tanggal 25, bulan Maret 2019. Diinfokan oleh jastip bukunya tiba sebulan lagi.

Unboxing paket
Alhamdulillah, tidak sampai sebulan, tanggal 19 April 2019 bukunya tiba. Dari bea cukai, paketnya sudah dicek, jadi sampai ke tangan saya dusnya sudah terbuka. Gak masalah. Barangnya utuh mulus. Yang The Big Book of Hair Metal pojok hard cover-nya agak penyok dikiiit, no problem. Jadi, ini unboxing yang tidak ‘unboxing-unboxing’ amat, gitulah. Lha sudah di-unboxing sama orang bea cukai. Pas beli sepatu dari negeri seberang pun begitu juga adanya. It’s ok, saya tetap bahagia.

The Encyclopedia of Heavy Metal. Aneh, salam tiga jari metal khas 80-90'an tergantikan dengan salam dua jari yang tanpa jempol

Menurut nota pembeliannya, kedua buku ini dibeli di penjual yang bernama Ogma Books dengan kurs dollar Australia (AUD/AU$):
-“The Big Book of hair Metal seharga AU$46.99+shipping AU$9.99=Total AU$56.98
-“The Encyclopedia of Heavy Metal” seharga AU$39.99+shipping AU$10=Total AU$49.99
Grand total=AU$106.97
(Kurs AU$1=Rp10.100-,an)

Brosis tertarik atau ingin tahu tentang buku-buku ini? Mungkin kapan-kapan saya bahas lebih lanjut bagaimana isinya ya, atau bikin review-nya kayak para pakar buku dan penulis beneran. Saya mah penulis bo’ongan, anak bawang... ehehe.

Wassalam

~Piet~

Rabu, 10 April 2019

Sway Bar Jip Offroad: Pasang atau Copot?


Haiiii
Kangen sama saya tak? *timpuk kanebo* Luamaaaa banget saya tidak posting. Tidak usah ditanya kenapa, jawabannya tentu the same old song, mencari sesuap  berlian  nasi. Bhihik…. Okay lah. Kali ini saya cuma pingin posting sedikit doang, tentang sway bar.

Sway bar? Apaan tuh?
Mirip-mirip candy bar tidak ya? Hehe, dasar saya suka makan.

Sway bar pada Suzuki Katana
Mari kita tengok asal katanya yang dari bahasa Inggris: sway artinya berayun, berguncang, bergoyang; bar artinya batang. Kamus daring merriam-webster.com mendefinisikan: a bar that torsionally couples the right and left front-wheel suspensions of an automobile to reduce roll and sway. Dari kamus tersebut didapat penjelasan "to reduce roll and sway", yang sesempit wawasan saya artinya untuk mengurangi goyangan dan risiko mobil klonthang. CMIIW brosis :) 

Banyak orang di sekitar saya, termasuk mas bengkel langganan, yang menyebutnya "stabilizer".

Selanjutnya, berhubungan dengan mobil  pada umumnya, dan jip pada khususnya, sway bar berfungsi untuk menjaga keseimbangan jalannya mobil terutama pada saat dipacu di tikungan. 
 
Oke, sekarang di manakah posisi batang pembuat stabil mobil tersebut? Coba brosis longok kolong belakang jip brosis, mungkin di situ ada sebatang besi sebesar ranting pohon, yang melintang di as roda belakang. Btw, rantingnya ranting pohon mangga, jambu, beringin, atau jati saja ya; jangan ciplukan, apa lagi kencur wkwkwk... njelehiiii.

Mobil ber-ground clearing tinggi membutuhkan sway bar, piranti penjaga keseimbangan supaya tidak limbung di jalan datar. Catet ye: di jalan datar.

Tidak hanya digunakan pada jip saja, saya pun melihati sway bar nongkrong manis di mobil-mobil jenis minibus seperti Isuzu Panther, Suzuki Carry dan Toyota Kijang. Di mobil-mobil ber-ground clearance tinggi pada umumnya yang lebih berisiko limbung dan klonthang saat menikung. Anyway, saya juga pernah melihatnya nangkring di as roda sebuah sedan ceper yang tongkrongannya buat balapan.

Nah, saat mobil dipacu, batang ini akan mengupayakan keseimbangan roda kanan-kiri, sehingga didapatlah traksi yang maksimal agar mobil stabil menapak di permukaan jalan yang datar bin mulus. Sway bar akan berguna secara signifikan jika kendaraan dijalankan dalam kecepatan tinggi di jalan raya terutama saat bermanuver atau menikung.

Bagaimana jika mobil dijalankan di permukaan yang tidak datar? Di trek offroad/country road (CR) misalnya. Ya, sway bar akan useless, bahkan kontraproduktif. Jip akan berjalan limbung, tidak stabil. Hal ini dikarenakan posisinya yang mengikat as roda, yang berusaha mempertahankan roda kiri dan kanan tetap menapak pada ketinggian yang sama. Sementara, trek offroad itu ketinggian pijak bannya tidak rata. Hal ini menyebabkan traksi menjadi minim. Selain itu, ini juga membahayakan kendaraan, karena pemaksaan ketinggian yang sama itu menyebabkan salah satu roda berjalan tidak menapak tanah, yang ekstrimnya bisa memicu klonthang. Oke, gambaran termudahnya gini. Roda kiri menapak di onggokan batu padas yang tinggi, sedangkan roda kanan menapak di tanah lumpur yang gembur. 

Pas CR-an, brosis pernah melihat jip yang “diencot-encot” kan? Nah, begitulah gambarannya jika jip tidak mendapatkan traksi. Aksi encot-encot itu merupakan upaya mendapatkan traksi, memberikan  solusi atas jip yang stuck. Sisi yang kurang traksi perlu diberi beban supaya roda bisa mancal bumi and goooo….!

Kita bisa belajar dari alam di sekitar kita, dari hewan laba-laba contohnya. Baidewei, kaki laba-laba ada berapa hayo? Delapan alias empat pasang... hihi. Nah, dia memiliki kaki-kaki yang sangat fleksibel untuk menapak di segala medan yang tidak rata. Ketika harus menapak di celah sempit yang memaksa kaki-kaki sisi kanan menjejak dinding, sementara kaki-kaki kirinya berjalan di bidang kasar berbatu; dia nyantai aja. Semua kakinya memiliki sistem suspensi dan keseimbangan sendiri-sendiri. Catet: sendiri-sendiri. Bukan diikat jadi satu. Dia pun bisa bebas merdeka melenggang kangkung di segala jenis tekstur permukaan yang tidak rata. Di lantai atau dinding yang rata, no problem pula. Saya pernah nonton video mobil offroad yang mengadopsi sistem kaki laba-laba tersebut, keren!  Merdeka betul, sangat fleksibel.
Suzuki Jimny 4x4 tanpa sway bar. Siap nyemplung :))
Dulu, pas awal-awal miara Jimny, sway bar masih nangkring unyu di as roda belakang. Seorang mas bengkel yang juga pegiat offroad dan sudah berkali-kali ikut event bergengsi nan sangarrr, IOX Adventure, memberikan pencerahan tersebut di atas. Ia juga memberi saran untuk mencopotnya saja, kalau sekiranya jip kami dikonsepkan untuk “nyemplung”. Whehe… nggaya jek, Nyemplung! Maksudnya: CR-an, offroad-an di kelas "yeah, piece of cake!" versi Duke Nukem.

Betul kata si mas. Begitu dicopot, traksi di medan CR menjadi lebih baik. Roda pun jadi lebih maksimal menggigit tanah. Lantas, kalo buat di jalan raya, piye dong? Yo ora piye-piye, biasa wae. Wong jip tidak dikonsepkan untuk kebut-kebutan. Walah iyuung….. Jimny dengan tongkrongan begini, mana bisa buat ngebut? Limbung broo…. 

So, ya.... dahi saya berkerut so hard kalau melihat jip macak offroad habis-habisan, tapi kok pakai sway bar. ^^
 Wassalam.

~Piet~