Hi, all.....
Setelah mereview sepatu boots Head Dura Dry
sekian waktu yang lalu (sudah
lamaaaaa bangeds), sekarang saya akan menambahkan review sepatu boots saya yang lain. Dia
adalah Doctor Martens seri 1460 warna cherry red dengan tekstur
permukaan bahan kulit yang smooth. Betul brosis, Doctor Martens ini adalah brand Inggris, dan seri 1460 ini adalah boots dengan style klasik yang sangat legendaris.
Doctor Martens 1460 Cherry Red Smooth saya pakai dengan skinny jeans. Standing out, right? :) |
Sekilas tentang Docmart
Sepatu Doctor Martens di Barat sana
sering disebut Doc Martens atau Docs saja. Di sini sewaktu saya SMA dan
kuliah sering disingkat Docmart atau
DM. Sekarang pun kayaknya masih sama
ya, Docmart; DM
kayaknya tidak populer.
Di negara asalnya, Inggris, Docmart
identik dengan kaum punk dan subkultur, serta jiwa rebellion. Awalnya, boots Docmart
yang terbukti kuat dan tahan lama ini jamak dipakai oleh kalangan pekerja lapangan seperti tukang pos, polisi,
dan pegawai pabrik.
Lho kok namanya pakai kata “doctor” segala? Ada hubungan apa antara sepatu boots dengan dokter? Jadi,
begini. Docmart lahir dari pengalaman empiris seorang dokter militer Jerman
bernama Klaus Maertens yang mengalami cedera kaki sewaktu bermain ski, bukan
sewaktu perang lho ya. Nah, untuk menunjang penyembuhan cederanya, ia membuat
sepatu custom yang sesuai, mengingat
sepatu militer pada umumnya itu solnya terlalu keras. Kenyamanan sepatu
desainannya tersebut terletak pada solnya yang memakai
bantalan udara (air cushioned),
sehingga berasa empuk. Setelah sekian waktu, perusahaan sepatu dari Inggris
membeli lisensi si Dokter ini dan mulai memproduksinya secara masal di Inggris
pada tahun 1960. Nah dari tahun tersebutlah muncul seri Docmart 1460, atau 1-4-1960, yang artinya: 1 April 1960, tanggal peluncuran seri sepatu tersebut ke publik.
1460 habis buat blusukan di kebun. Berdebu tapi tetap shiny looks |
Selanjutnya, yang saya tahu, karena hampir mengalami kebangkrutan yang disebabkan oleh faktor biaya produksi yang kian melambung tinggi, pembuatannya secara masal dipindahkan ke Asia yang lebih ekonomis, tepatnya Vietnam dan Cina. Please kindly CMIIW.
Saya kurang update, sekarang pabriknya ada di mana saja; tetapi yang saya punya
ini diproduksi di Vietnam. Kok tidak di Indonesia ya? Kan saya bisa mborong
banyak-banyak... jiaahh gayamuuuh. Well... I think you know the reasons are. Untuk beberapa seri vintage-nya, Docmart tetap diproduksi di Inggris. Katanya, itu atas
permintaan para penggemarnya yang menginginkan tetap dipertahankannya faktor “otentik”
dengan jargon “made in England”. Oke, cukup cerita sejarahnya. Sejarah lengkapnya,
sudah banyak yang menuliskannya. Silahkan anda googling sendiri yak :)
Kepingin sejak SMA
Alhamdulillah, saya beruntung dan
bersyukur, akhirnya punya sepatu ini juga. Tadinya, sepatu yang sebenarnya
sudah sejak SMA saya taksir ini tidak kuat kebeli. Hiks. Bahkan, dahulu ketika harganya masih Rp200 ribu itu
pun terasa amat-sangat-mahal-banget, di awang-awang. Mana mau bokap saya
mbeliin. Paling pol sepatu yang saya pakai harganya Rp50 ribuan doang. Lha pas saya
lihat adik kelas saya memakai yang warna marun atau cherry red, saya hanya bisa kepingin…. Huhuhuuu kasihan deh saya.
Axl Rose dan Doctor Martens 1460 hitam (sumber: Google) |
Saya tambah kepingin lagi manakala
nonton Axl Rose memakainya saat konser dengan grupnya, Guns
N’ Roses, di Tokyo Dome. Btw, saya cuma nonton videonya doang lho ya, bukan pentasnya
di Jepang sana haha…. *cetho ora kuat
duite-lah*. Axl memakai yang
warna hitam dan looks kereeen banget.
Saya jadi tambah ngiler.
Terus, saya langsung beli kah? Tentu tidaklah, belum kuat cyiin. Walaupun tangan saya sudah
merogoh dalam-dalam saku baju, saku rok, saku jaket, dan saku celana saya; duitnya teteup duit kricik-kricik yang bak tong
kosong nyaring bunyinya. Kalau saya paksain merogoh lebih dalam lagi, ending-nya hanya nembus di daleman saku
yang bolong saja. Sekali lagi, kasihaaan deh saya...
Perburuan dimulai
SMA lewat, kuliah pun berlalu. Docmart
masih belum di kaki. Saya pun memasuki masa bekerja; dan seiring waktu,
keinginan punya Docmart itu lenyap ditelan angin. Padahal saya sudah punya duit
sendiri, hehehe. Manusia!
Tahu-tahu tidak dinyana, sewaktu jalan-jalan
di Mal Malioboro tahun
2011, saya melihat sepatu ini lagi. Wuaaaa..... mendadak saya bahagia, dan bisa ditebak:
CLBK! But, ketika saya melihat size yang tersedia dan coba mengepaskannya
di kaki saya.... O’ow.... ternyata kedodoran, brosis. Guede bangettt, ukurannya 40 ke atas. Ukuran saya sendiri 38 meski kadang 39 pun oke. Huhuu, saya kecewa, belum berjodoh.
Selanjutnya, bisa ditebak. Saya
pun jadi galau. Ingin memiliki, tetapi dianya masih belum mau juga. Akhirnya
saya tekadkan bulat-bulat untuk memilikinya bagaimanapun caranya (tapi tidak dengan nyolong dan nipu lho ya, apalagi
ngerayu…. mitamit). Mal demi mal, toko demi toko yang ada di Jogja pun
saya uprek-uprek. Hasilnya: nihil! Pernah dapat info bahwa di Mal Ambarrukmo Plaza ada konternya.
Langsung deh cabuuut ke sana. Sampai sana, ternyata menurut info terapdet mbak-mbak SPG, konter
tersebut sudah kukut! Tutup,
sodara-sodara. Hwedeh...! Gagal maning,
Son.
Ah, kota sekecil Jogja ini rasanya kurang bisa diandalkan untuk pencarian barang impor sejenis
itu, at least untuk saat itu, tahun 2011.
Sekarang di tahun 2018 saya nggak tahu, wong semenjak asyik miara Jimny saya
sudah empat tahun nggak menginjakkan kaki di mal… Hehe, rekor MURI nih! Padahal
sekarang Jogja penuh dengan mal, dari yang namanya mainstream, njelehi,
sampai wagu… ada semua. Tetapi
entah mengapa saya tidak lagi terpikat kesana. Saya mending ngintil masjo main
ke bengkel daripada buang-buang duit di mal *nggayaa, kayak yang punya Peruri
saja*. Ow bukaaan, bukan karena saya ini menkeu lantas saya memata-matai pengeluaran
mbengkel suami, tapi karena saya suka Jimny kami jadi tambah sehat, kece, dan
tangguh hehe.
Okey, back to topic. Besar kemungkinan di kota metropolitan Jakarta ada. Lalu
saya kontaklah adik saya yang tinggal di Jakarta. Dia pun saya minta nyariin,
secara di Jakarta itu segalanya ada. Benar saja, adik saya menemukannya. Kalau
tidak salah ingat, di Mal Senayan. Seneng dong saya. Harganya Rp1,2 juta. Okeee....
bungkusss. But then, adik saya ngabari
bahwa nomor yang paling kecil ternyata 39, dan itu sudah tampak besar banget
katanya. Kata adik saya, untuk kaki saya yang ukuran 38 pasti kedodoran. Ealah,
gagal maning, gagal maning. Saya
kembali kecewa. Ora popo, telan
sajalah kepahitan ini hiks....
Beli online
Iseng-iseng saya browsing online. Nemu situsnya, dmusastore.com dan yeaay... nemu
barangnya juga…. tapi cilaka! Mereka tidak shipping
ke Indonesia! Wottt??? Ya, itu gegara reputasi Indonesia yang terkenal dengan
kasus carding-nya di mata internasional.
Akhirnya banyak situs belanja keren yang mem-black list negara kita sebagai tujuan pengiriman. Mangkel banget kan?
Perjuangan belum berhenti. Saya
masih keukeuh pokoknya. Kali ini minta bantuan masjo. Dikontaknyalah temannya
yang bakulan online di ebay.com dan berhasil! Lewat perantara si
teman ini, transaksi pun dimulai. Harga asli di situsnya US $120. Waktu itu
tahun 2011 kurs Dollar masih sekitar Rp9.500-an. Ditambah ongkir, pajak, fee, total nominal yang saya bayar
Rp1,65 juta. Wew, berat di ongkos? Ya, begitulah. Selanjutnya berharap-harap cemas barangnya nyampe tidak; kalau nyampe, kapan? dan kayak apa ya
barangnya? Pas tidak ya di kaki saya? Hmmmm…..
Dan Docmart itu pun jadi milik saya
Dijanjikan, barangnya akan datang sekitar
sebulan lagi. Huaaaaa, lamo niaaan. Tunggu punya tunggu, tiga minggu pun sudah
terlalui dan.... akhirnya dia datang juga. Paket itu dikirim dari Toko Scorpion Shoes, London, United Kingdom.
Alamaaak.... jauhnyoo. Ada labelnya “Royal
Mail” pulak. Wuiiih.... excited
banget saya, dari toko di Inggris,
bok! bukan dari bakul-bakul online geje.
Unboxing... Kotak kardus Doctor Martens 1460 |
Fiuuh. Akhirnya kebeli juga nih
sepatu impian *kugenggam
dan tak ‘kan kulepas, sampek
bobok pun dipakek, LOL*. Big thanks to adik saya yang sudah ikut repot nyariin dan akhirnya nraktir nih
sepatu. So, dari pertama kepingin sampai akhirnya nyampai kaki butuh waktu 17 tahun,
baca: tujuh belas tahun. Itu
seumuran abege yang sedang kinyis-kinyis-nya. Dan
saya pun terharu *kacu mana kacu….*
Tahun 2011. Sepatu baru, alhamdulillah... langsung dicoba. Masih mulus dan kencang kulitnya |
Hikmahnya, kalau anda punya impian
atau cita-cita, ya jangan mudah menyerah, brosis. Perjuangkanlah sampai tercapai,
walaupun itu memakan waktu yang sangat panjang dan penantian yang lama. Tetap
berjuanglah dan semangat!
Kalau dipikir-pikir, lucu juga
sebenarnya. Bikinnya di Vietnam, Asia Tenggara, lantas dikirimkan ke UK, Eropa sana, lalu dibalikin lagi ke Asia Tenggara, Jogja. Hahaii.... sepatu ini sudah melanglang buana.
Unboxing si 1460 Cherry Red Smooth di tahun 2011. Dapat tali cadangan warna kuning yang sampai sekarang belum pernah saya pakai |
Ketagihan Docmart
Oh iya, sejak beli seri 1460 ini,
saya jadi semacam rindu-dendam
plus semacam “ketagihan” untuk beli Docmart lagi. Saya menyukai sturdy dan stylish-nya Docmart. Akhirnya, tidak lama berselang setelah itu saya membeli lagi sepasang boots cewek. Kali ini seri Marcie, warna
kuning/coklat muda. Harga di situsnya US $140, saya tebus
dengan menambah ongkir, pajak, dan fee,
total jadi Rp1,85 juta.
Boots Doctor Martens saya: Duo Marcie dan 1460 |
Saya suka banget dengan si Marcie yang wedge hi-heels ini. Begitu pun masjo yang suka melihat saya memakainya. Hehe, dapat dukungan. Masjo menyarankan saya beli lagi yang warna lain, biar yang kuning ada gantinya sehingga tidak cepat
rusak. Sekitar sebulan kemudian saya beli deh yang coklat tua, seharga Rp1,75 juta. Beda seratus ribu,
karena saat itu sedang ada diskon. Belinya sama, secara online di ebay namun beda penjual.
Marcie dobel ini lebih sering saya
pakai untuk kerja ketimbang dolan ngejip. Kecuali ngejipnya ke tempat
yang alus-alus, itu pun kadang-kadang saja. Wew, perlukah saya buatin reviewnya? Mungkin suatu saat yak ^^. Nggak janji tapi. Maklum, saya
kan blogger langka. Langka nge-posting….. ingaak ingaak…. tingg!
Penampakan Docmart 1460
Boots 8 lubang
tali ini terbuat dari kulit asli yang tebalnya
sedang. Warnanya merah ceri atau sering kita sebut merah marun. Permukaannya
licin, bin glossy, alias smooth. Jahitannya rapi dan halus, kuat
pula. Pada upper samping luar terdapat
tanda embos bertuliskan “Dr. Martens”,
dua garis horisontal, dan tulisan “Air
Cushion Soles”.
Embos "Dr. Martens" |
Embos "Dr. martens", difoto malam hari dengan lampu dapur :D |
Embos "Dr. Martens" pada sepatu kiri dan kanan, sisi luar |
Bagian sol Docmart ini berbahan
karet warna kuning kecoklatan semi transparan. Sol ini diklaim memiliki ketahanan terhadap minyak,
lemak, asam, produk minyak bumi, dan alkali (oil,
fat, acid, petrol, alkali resistant). Menurut situs resminya, sol ini
disatukan/dilem dengan upper-nya
dengan pemanasan mesin sehingga menjamin kesolidannya. Struktur sepatu pun
menjadi kuat, tidak mudah jebol, atau “mringis”
minta dilem ulang.
Sol bawah berbahan karet |
Tidak hanya dilem saja, sol pun
masih dijahit kuat. Jahitan kuning atau yellow
stiching pada sol atasnya bahkan sudah menjadi ikon Docmart yang begitu
terkenal. Di bagian back upper
terdapat tag pita hitam dengan
tulisan kuning “AirWair” dan “With Bounching Soles” yang juga ikonik Docmart.
"Yellow stich" yang khas Doctor Martens |
Lidah luar sepatu tertutup oleh
tali hitam yang bulat ramping. Diberikan pula tali cadangan yang lebih besar dan
berwarna kuning ngejreng. Cocok untuk anda yang menyukai penampilan ekspresif
dan berani. Saya mah biasa saja orangnya, hehe. Sejak beli sampai saat ini yang saya pakai hanya yang hitam itu.
Kita tengok bagian dalam. Alas tempat
kaki berpijaknya (insole) berwarna
coklat muda yang di pinggir-pinggirnya terdapat lubang-lubang fentilasi kaki. Alas
ini bertuliskan “Doctor Martens AirWair” dengan pola agak melengkung ke atas, a
la-a la rumah gadang. Lidah bagian dalam merupakan kulit balik/suede. Terdapat beberapa keterangan di
situ: merk, seri, ukuran, dan tempat diproduksinya.
Insole coklat muda bertuliskan "Dr. Martens" dan "Airwair" |
Brand England, made in Vietnam |
Kenyamanan, ketangguhan, dan ke-stylish-an
Setelah dipelototi puas-puas dari
segala penjuru, dielus-elus, bahkan dicium aroma barunya yang khas kulit itu, hehe... tibalah saatnya mencoba memakainya. Kece badayyy! Beuh... saya bak Axl Rose versi perempuan, hihihi. Hanya saja, saya tidak pakai bandana, dan di atas panggung teriak-teriak “welcome to the jungle” ^^.
Difoto setahun setelah beli, tahun 2012 bersama Eiger pendahulunya |
Di kaki saya, Docmart berukuran Europe 38 women ini agak longgar, tidak benar-benar pas. Yaa 90% lah. Sepatu dengan ukuran 38 versi Eropa
ini rasa-rasanya setara dengan 38,5 versi kita orang Asia. Tadinya saya gambling
mau beli yang nomor 37 tapi takut kekecilan, ntar malah tidak bisa dipakai sama
sekali, kan repot. Saya pelajari size
chart yang dirilis Docmart, tampaknya ukuran yang pas buat kaki saya itu
37,5 yang mana tidak tersedia di situ. Timbang sini timbang sana, akhirnya fix dipilihlah nomor 38 yang ternyata: benar... agak kebesaran, yang di situ kadang saya
merasa kayak Goofie, “euheukk.. uwo uwoo”. Solusinya, saya harus memakai kaus
kaki yang agak tebal supaya bisa lebih pas di kaki.
Goofie yang sepatunya aduhai panjang gede (sumber: disneyclips.com) |
Goofie mengarak Pluto. Lucu ya, anjing miara anjing.... ehehe (sumber: helpmebro) |
Tahun 2012 saya berkesempatan ke
Singapura selama 4 hari. Weitt,
bukan karena saya banyak duit lantas saya jalan-jalan ke luar negeri, tapi ini
acara dari tempat mburuh semata. Kebetulan saya
termasuk yang beruntung bisa ikut acara tersebut. Di sana Docmart ini menemani saya dengan setia *karena cuma sepatu satu-satunya yang saya bawa... hihi*. Acara saya banyak dihabiskan dengan jalan kaki dan jalan kaki: naik turun stasiun, keluar masuk MRT, keluar masuk mal, menyusuri jalur pedestrian, tak lupa poto-poto *dengan gaya njelehi-nya* di Merlion dan di
depan globe bertuliskan “Universal Studio”. Intinya, acaranya nyaris didominasi dengan berjalan kaki, dan sepatu ini asyik-asyik saja,
kece-kece saja. Cuma, saya perlu sesekali
berhenti untuk mengistirahatkan kaki karena terbebani oleh beratnya sepatu ini.
Difoto tahun 2012, masih mulus tanpa cela |
By the way, lingkungan kota di sana asli nyaman buat berjalan kaki. Jalur
pedestrian-nya lebar-lebar dan teduh-teduh. Di mana-mana bersih, sign system-nya
pun jelas. Tidak usah khawatir tersesat. Saya pun tidak perlu takut sepatu kesayangan ini nginjek comberan, jeglongan,
telek pitik, telek manuk, dan kroni-kroninya ‘ranjau-ranjau hewani’. Hmm... kapan ya, negeri kita bisa seperti itu? Lha wong setiap ada trotoar baru, para bakul langsung
berbondong-bondong mendudukinya kok. Kayak para tamu yang digelarin tikar. Kita jalan kaki di sepanjang
trotoar bisa nabrak gerobag angkringan 5x, ciblon
di ember tukang tambal ban 3x, atau kecemplung bak cucian pecel lele 7x.
Saya lupa pada hari keberapa,
waktu itu saya berinisiasi memakai kaus kaki dobel, dengan harapan sepatu bisa
lebih fitted di kaki, nempel plegg kayak perangko.... tetapi saya keliru. Kaus
kaki yang terlalu teballl di sepatu yang longgar dan berat ternyata justru
menyiksa kaki. Jadilah pas menjelang sore, berjalan saya agak pincang karena ngampet lecet di
kelingking. Uhuuu. Mana di sono kagak ade
warung pinggir jalan yang jual sandal Swallow. Nah, di situlah paradoksnya. Meskipun
mengganggu fungsi trotoar, para bakul pinggir jalan itu sering membantu masalah
kita yang kadang muncul secara mendadak, hihi.
Buat blusukan nonton Tantangan Susur Rimba 2014. Tak apalah lecet sepatunya daripada lecet kakinya ^^ |
Baiklah,
kita kembali ke Docmart. Selain buat jalan kaki sepanjang negeri singa itu, Docmart ini menemani saya pula ketika blusukan nonton adventure offroad Tantangan Susur Rimba atau TSR di Kalipesing,
Pleret, Bantul tahun 2014. Waktu itu musim kemarau, tanah yang saya pijak pun
notabene kering. Saya berjalan kaki mblusuk di kebun, melintasi jalan setapak, menginjak
bebatuan cadas, dan menerabas semak-belukar. Tak pelak, banyak ranting
kering dan onak duri yang menggores dan menusuk, dan Docmart ini menjadi pahlawan pelindung bagi kaki saya. Bagian kulit luar sepatu sedikit lecet di sisi depan. Tak apa, daripada kakinya yang lecet. Dan itulah gunanya sepatu. Sol karetnya yang kuat terbukti
handal pula menginjak bebatuan dan kerikil tajam. Namun belum mencapai separuh perjalanan dari jarak tempuh yang
sekitar 2 km, kaki saya sudah terasa pegal karena beratnya si Docs, dan cara berjalan saya yang
agak cepat.
Ya, yang saya kurang suka dari
Docmart ini adalah beratnya yang cukup signifikan. Angka 1,3 kg itu terasa memberatkan kaki ketika melangkah. Kaki seperti ada yang menggandhuli, menggelayuti. Apalagi untuk berlari, Docmart ini terasa kian berat, tidak menawarkan kelincahan. Dibandingkan dengan Head
Dura Dry yang pernah saya review, yang beratnya 1,1 kg, saya lebih memilih Head untuk berjalan-jalan dan
berlari-lari di medan blusukan, juga untuk berjalan jauh dalam waktu yang lama. Nah untuk berjalan-jalan atau ber-kota-kota di medan
yang halus, atau dolan ngejip di medan yang “aman”, Docmart 1460 ini baru sesuai.
Difoto dengan lampu dapur, tahun 2016 |
Selain itu, untuk menapak di medan
yang licin seperti tanah bercampur lumpur, Docmart ini kurang sesuai. Solnya ibarat
ban AT (All Terrain,) tidak
se-ngegrip Head yang ibarat ban extreme.
Kurang cocok untuk nyemplung di hutan, terlebih di Hutan pinus Nglinggo
Kulonprogo yang always slippery because
of wet itu.
Jadi, 1460 Cherry Red Smooth Women
milik saya ini adalah boot alusan, sesuai untuk berjalan di medan halus dan berjarak pendek-pendek.
Bukan untuk trekking, bukan untuk
berjalan jauh nonstop. Kalau soal stylish
tidaknya, semua mungkin pada setuju, Docmart ini stylish abis, kece
baday. Anda pakai, dan anda siap menjadi
bintang. Bwahaha. *kecap!*.
Difoto dengan lampu dapur, tahun 2016 |
Kondisi di tahun 2018
Seperti
yang Axl bilang dalam lagunya November Rain, “But nothing last forever………” yang demikian halnya dengan Docmart
1460 yang sudah berusia 7 tahun ini. Kemulusan si cherry red smooth ini tinggal 70-80% saja. Tercipta lekukan-lekukan
di bagian punggungnya karena imbas berkali-kali menekuknya telapak kaki ketika
memakainya. Lekukan-lekukan ini tampak jelas di sepatu kiri. Saya flash back mengapa bisa begitu. Tampaknya
ini didapat ketika saya memotret pada posisi jongkok, dengan kaki kanan di
depan menjadi tumpuan siku tangan, dan kaki kiri menekuk ke belakang yang
telapaknya juga menekuk untuk dasar tumpuan badan. Ini terjadi berulang-ulang
hingga terbentuklah lekukan-lekukan itu.
Selain ketidakmulusan
tersebut, terdapat ketidakmulusan lainnya pada sepatu kanan bagian depan yang
sedikit tercabik. Saya lupa kenapa. Sepertinya itu karena kecentel-centel
sewaktu ngejip blusukan. Biasa, kalo CR-an kan saya navi KW 12 nyambi nukang
poto yang gayane wae sibuk turun ke
trek. Nginjak atau nggores ranting dan duri sudah biasaa.
Ketidakmulusan
lainnya ada pada list hitam bagian
paling atas sepatu. Kini kondisinya sudah “krikit-krikit” macam dikrikiti semut
atau tikus. Saya lihat ini karena faktor umur, dan bahan list yang dari plastik tersebut tidak awet. Bahan kain yang
dibungkus oleh list itu pun sekarang
tampak mringis. Bikin penampilan sepatu tidak 100% lagi, tapi it’s okay, masih bagus kok, dan masih
banyak pula yang naksir saat saya pakai. Sekali lagi, naksir sepatunya , bukan
naksir saiyya :)))
Perawatan
Duluuu
sewaktu belum punya, saya kepingiiiin banget. Eh, setelah punya, kok saya malas
memakainya ya? Belum tentu setengah tahun sekali saya pakai. Si 1460 lebih
sering nangkring di rak sepatu, si duo Marcie lebih sering keluar menemani saya,
terutama yang kuning.
Kadang
1460 ini sampai berdebu tebal, kadang bahkan jamuran huhuu, kasihaan…. (astaghfirullah….
keterlaluan banget saya ini, nggak ingat apa, dulu kepinginnya kayak apa).
Jamur ini muncul terutama pada saat cuaca lembab di musim penghujan. Bagian upper-nya jadi ladang jamur yang
penampakannya sekilas mirip debu, abu-abu kehijauan. Pertama kali melihat, saya
syok dong. How come? How lazy I am. How
many year it’s been abandoned? But don’t worry, jamur ini mudah dibersihkan
kok. Cukup disapu dengan kemoceng, dilap dengan kain kering, diangin-anginkan di
teras rumah agar kelembabannya hilang, baru ditaruh lagi di rak sepatu yang
sisi depannya terbuka, dan selesai. Kalau lagi rajin… hehe, sekalian saya
bersihkan rak sepatunya agar tidak kotor dan lembab.
Untuk
perawatan biasa, saya membersihkan Docmart-Docmart ini dengan kain halus, gombal
kaos berbahan katun. Alternatif lain, dengan tisu. Pertama-tama, tali sepatu
dilepaskan terlebih dahulu. Selanjutnya, upper
cukup digosok pelan-pelan, dilarang hardcore
ya brosis, agar kulitnya tidak terkikis. Sol bagian atas dan samping
dibersihkan dengan sikat sepatu lembut atau sikat gigi. Setelah itu saya semir
dengan Cololite cair warna netral baik upper
maupun solnya. Jika berdebu lagi, cukup saya kemocengin saja. Belakangan, saya
rawat juga dengan Cololite Leather Balsam agar terjaga kelembutan kulitnya.
Cololite Leather Balsam buat melembutkan kulit si Docmart, jarang yang jual offline, saya belinya di Bukalapak |
Saya
menulis review ini bertahap. Mungkin sudah sejak lebih dari dua tahun yang
lalu, belum rampung-rampung dan ngendon di komputer, lalu dilanjutkan lagi dan
lagi. Selama itu pula, kondisi Docmart 1460 saya berubah ke arah “penuaan”. Dengan
menulis review ini, saya merasa disadarkan kembali bahwa boots yang dulu menjadi impian saya ini selayaknyalah sering-sering
atau setidaknya secara berkala dipakai. Dibuatkan jadwalnya bila perlu. Tak
perduli dipakai ke manalah. Mburuh kek, jalan-jalan kek, CR-an kek, hunting kek. Saya disadarkan kembali
untuk mensyukuri nikmat; nikmat yang mungkin sedang diinginkan oleh orang lain
namun belum mampu mereka raih. Saya langsung hampiri 1460 saya, alhamdulillah dia
masih baik-baik saja.
*Melo pisan euy.*
Difoto tahun 2016, sudah kelihatan kerutan-kerutannya |
Brosis,
saya beli Docmart 1460 dan Docmart duo Marcie ini ketika belum punya jip.
Ketika itu pula andalan saya cari hiburan ya ngemal, pulangnya nenteng tas-tas
kresek blanjaan a la emak-emak rempong, wajah saya pun sumringah-ngah-ngaaah *dan masjo pun gagal paham*. Kami masih belum ada acara blusukan di kebun,
sungai, dan hutan; belum 'touring' dari bengkel ke bengkel, masih jauh dari racun
Jimny, dan masih steril dari virus 4x4.
Sekarang, rasanya
saya lebih bahagia main sama jip, meskipun itu ke bengkel yang syumuk. Di situ saya menemukan
kebahagiaan ‘dimensi lain’. Terlebih
main ke alam yang super asyik dan keren yang hanya bisa dijangkau dengan jip 4x4. Saya jadi belajar ini-itu mengenai merawat gerobak tua, recovery, dan juga brotherhood. Masjo pun tak perlu ngumpetin nota atau bon-bon bengkel.... hehehe. Yang jelas, ini semua menjadi jalan saya untuk banyak bersyukur. So, sodara-sodara, apa nggak bahagia
masjo punya istri macam saya? *Mbeeel…..!*
Kesimpulan
Merk: Doctor Martens
Seri: 1460
Bahan: kulit
Warna: Cherry Red
Jenis permukaan bahan: smooth
Jumlah eyelet: 8
Sol: karet
Berat: 1,3 kg
Dibuat di: Vietnam
Brand: Inggris
Tahun beli: 2011
Toko:
Scorpion Shoes, London, UK (via ebay.com)
Harga toko: US$ 120;-
Harga total: Rp 1.650.000;-
Nyaman
untuk: jalan-jalan ringan, nongkrong
Semir:
Cololite cair netral & Cololite Leather Balsam
Pros:
+ Keren
+ Proteksi
kaki oke
+ Sturdy
+ Awet
+ Everlasting classic style
Kons:
- Berat, tidak
cocok untuk berjalan jauh dan lama
- Ukuran
38 versi Europe agak kegedean, ukuran
37,5 tidak tersedia
- Sol
bawah kurang nge-grip untuk medan
offroad
Nilai: 4 dari 5
Last but not least, here is my
quote about boots:
“A woman in boots is uniquely beautiful
and strong” (Piet)
Wassalam.
~Piet~
Bagus Gan Artikelnya Sangat Bermanfaat
BalasHapusKUNJUNGI DAN DAFTAR
TARUHAN BOLA
AGEN BOLA ONLINE
TARUHAN TOGEL
POKER ONLINE
AGEN TOGEL
AGEN BOLA
Kira kira ini waterproof gak ya?
BalasHapusGak sih. Kehujanan ya jadi krupuk kulit... wkwk
HapusCerita yg sangat menarik
BalasHapusTengkyuu :)
HapusDepo 20ribu bisa menang puluhan juta rupiah
BalasHapusmampir di website ternama I O N Q Q.ME
paling diminati di Indonesia,
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
~bandar poker
~bandar-Q
~domino99
~poker
~bandar66
~sakong
~aduQ
~capsa susun
~perang baccarat (new game)
segera daftar dan bergabung bersama kami.Smile
Whatshapp : +85515373217
Hi ka salam kenal,
BalasHapusSize apakah sama dgn timberland..
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusHai Kak Mari, maaf baru balas. Blog ini baru saya buka kembali...hiks. Untuk Timberland, saya belum pernah pakai. Jadi maaf, belum bisa menginfokan size :)
Hapuskeren
BalasHapusmakasih
BalasHapusmakasih
BalasHapus