Rabu, 24 Februari 2016

Sepatu Head Dura Dry 100 [Review: Boots Andalan Saya]


 
Holaa!
Postingan ini merupakan sambungan postingan sebelumnya tentang wadah sikil (alas kaki-red), yang biasanya saya pakai buat blusukan hunting foto, ngejip, dan CR-an.

Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, saya prefer pakai sepatu than sandal, karena faktor keamanan dan kenyamanan. Ada beberapa sepatu yang menjadi andalan saya yang tanpa disengaja berasal dari brand yang berlainan. Nah, kali ini saya akan bercerita tentang satu di antaranya yang menjadi andalan saya banget, yakni sepatu gunung (ada yang bilang sepatu trekking... whatever lah) merk Head seri Dura Dry 100. Sebelumnya, mohon dimaafkan ya brosis, ini foto-fotonya dibuat apa adanya banget. Kondisi sepatu masih luluran lumpur sisa-sisa motret JORC IV bulan Januari lalu hehe.... *ketahuan males nyuci* . Difotonya dengan penuh semangat menggunakan kamera HP Lenovo S 920. Let’s cekidot.....


Sepatu Anak-anak yang Belinya Dibungkus Kresek

Saya beli ankle boot seharga Rp 400.000,- ini di tahun 2006. Hehe... udah lama yak. Sekarang berarti sudah 10 tahun. Sebelumnya, yang ada di dalam benak saya, Head itu merk perlengkapan yang identik dengan tenis. Dulu, ayah saya punya beberapa raket tenis merk Head ini. Saya mengira, kalaupun ada item sepatu, paling-paling sepatu tenis juga, atau sepatu olahraga pada umumnya. Ketika berada di toko X itu, saya baru ngeh bahwa Head ternyata juga punya sepatu gunung. Hahaha.... sayanya aja yang kuper. Lagian, 10 tahun yang lalu Mbah Google yang jenius dan serba tahu itu belum semudah sekarang untuk ditemui dan ditanya-tanyai, jaim dia. Kudu ke warnet atau nyari wifi gretongan dulu di kantor. Henpon saya pun masih tipe candy bar yang hanya mampu buat nelpon, SMS, dan MMS (fitur ini susah dan nyaris tidak pernah saya pakai). Internet mobile dengan smartphone? Hahaiii.... masih di angan-angan :D



Tadinya saya pingin nyari merk lokal macam Eiger yang sudah saya punyai yang terbukti cukup nyaman, tetapi setelah mencari kesana-kemari kok tidak nemu ukuran yang pas, 38. Nemunya yang ukuran geday-geday, tipikal ukuran kaki cowok. Mmmm... mungkin waktu itu produk beginian masih jarang dilirik sama cewek, at least di Jogja. Jadi, para pedagang pun tidak mau gambling nyetok banyak-banyak ya? I dunno exactly, just IMO

Bagian atas terbuat dari kanvas
Okay, dilanjut. Sewaktu beli, sepatu ini sukses membuat saya qeqi, nyengir, mesem aneh, campur mengernyitkan kening. Rasa nano-nano deh. Kalau divisualisasikan secara komik, di atas kepala saya ada balloon yang berisi tanda tanya jejer lima. Mengapa? Karena keluar dari toko, saya seperti nyangking bakwan dari angkringan. Loose pack, tidak pakai kardus, paper bag, atau apa lah sebagai wadah resminya. Si mas-mas bakul hanya ngasih kantong kresek item doang ke saya. Padahal belinya bukan di pasar klithikan lho, tapi di toko perlengkapan khusus outdoor. Lupa nama tokonya, lokasinya di Jogja utara. Belinya juga dalam kondisi baru, bukan bekas. Baru sekali seumur hidup beli sepatu tanpa wadah~~~~~~
 
Samar-samar masih terbaca tulisan "children" di label lidah
Selain itu, ada satu fakta lagi yang membuat saya njenggirat sambil teriak “whattt?!” Sepatu ini ternyata sepatu anak-anak! Huahahahah... Ora majalah. I liked it... keep on buying. Di bagian lidah tertempel label yang menyatakan bahwa sepatu ini berkategori children. Aneh, children kok desain dan warnanya serius ya? Tidak imut-imut seperti sepatu anak-anak pada umumnya. Mungkin karena untuk naik gunung kali ya? Jadi tidak diwarnai colorfull bak pelangi, tidak perlu ditempeli gambar Donal bebek atau Mickey tikus, diberi lampu kerlap-kerlip bak UFO, apalagi dikasih towet-towet yang berbunyi ketika diinjek itu ^^. Ya, saya jadi ingat, saya pernah melihat seorang turis londo yang masih anak-anak pakai sepatu gunung model begini; dan semodel dengan punya saya, tidak tampak seperti sepatu anak-anak.

Alasan Beli

Alasan pertama. Di atas sudah saya jelaskan kenapa saya akhirnya beli sepatu Head ini. Intinya, saya bukan tipe orang yang brand minded. Jadi, barang dari merk apapun, jika saya suka dan cocok ya akan saya beli. Itu kalau saya punya duit. Kalau saya belum punya duit tapi udah ngidam berat? Ya saya akan menabung, sambil berharap ketika duitnya sudah terkumpul, barang incaran masih ada.
 
Hmmm quite nice, right? Right...! Hehe
Alasan kedua. Dalam perburuan sepatu yang sudah memakan waktu beberapa hari itu, Head ini merupakan satu-satunya sepatu yang ukurannya pas untuk kaki saya. Dari sejumlah toko yang saya datangi, ternyata tidak ada pilihan lain bagi saya. Pilihannya hanya take it or keep your money.
 
Jangan hiraukan lumpur keringnya. Fokuslah pada sepatunya saja pemirsah....^^
Alasan ketiga. Kebetulan banget saya suka dengan modelnya yang boot. I love boots. Warnanya juga bagus; perpaduan beige, abu-abu, hitam, dan putih. Saya pun menyukai lubang talinya yang etrbuat dari metal, tampak kuat dan kece. Solnya pun agak tinggi sehingga saya yang imut liliput  tidak tinggi ini jadi langsung tambah tinggi beberapa centi. Hehehe. Perkara peninggi badan instan ini, bisa ditambahkan menjadi alasan yang keempat :- )
 
Lubang tali terbuat dari metal, saya suka!
Alasan kelima. Sepatu ini looks sturdy and feels comfy. Saya mencoba memakainya kiri dan kanan, kemudian dirasakan untuk berjalan di dalam toko. Rasanya pas banget di kaki saya dan nyaman buat berjalan. I had no complain about it.

Alasan keenam. Budget. Harganya yang Rp 400.000,- tidak membikin kantong bolong. Cukupanlah. Alhamdulillah saya tidak perlu menabung kelamaan untuk memboyongnya dari toko. Tidak seperti sepatu Docmart saya, yang butuh effort, yang inshaallah akan saya review next time.

Kualitas

Dengan harga yang menurut saya tidak bisa dikatakan murah waktu itu, aneh saja, kok tidak ada kardus pembungkusnya. Setelah saya cek di internet, ternyata harga sepatu Head berkisar satu jutaan... dan lebih. Huahahah..... Pantesan, wajar kalau yang ini cuma dibungkus kresek. Mungkin colongan dari pabrik  barang rijekan kali ya. Hihihi.....
Bahan suede warna beige, kalem
Jahitan tambahan oleh tukang sol di sekeliling tulisan "Head" merah

Pepatah Jawa “ono rego, ono rupo” itu sepertinya mulai terbukti. Setelah beberapa bulan pemakaian, lem di sebelah atas lis sol tampak mesem. Hmmm..... it’s okay. Terus, saya lem seadanya dengan nasi  lem, beres! Besoknya dipakai, lha kok mesem lagi. Besok dan besoknya mesemnya kian sumringah, ketawa malahan. Eeh... ketawanya ngajak-ajak sebelahnya pula. Saya lem lagi, tapi ada bagian yang ngeyel banget, tidak mempan dilem. Akhirnya dengan desperado *kebayang Antonio Hujanderas tembak-tembakan pakai gitar*, saya mingkemin pakai Alteco! dan mingkem coy.... tapi gawat dah, bisa “krekk!” rusak ini sepatu. Alteco kan lem keras, yang bukan dimaksudkan untuk ngelem sepatu.

Dari ngobrol dengan seorang teman, akhirnya sepatu ini saya jahitkan di tukang sol sepatu ngider langganannya. Pada sejumlah titik terutama pada sol atas, saya minta dilem terlebih dahulu baru dijahit. Pertahanan ganda, brosis. Hahaa. Saya perhatikan cara kerja si tukang, wedew.... ternyata dia kurang berhati-hati, sepatu saya dijahitnya dengan tidak cermat. Hampir saja dia meng-cut tulisan merk untuk memudahkannya menjahit, sudah mepet banget itu.
Dijahitnya mepet banget, nyaris melanggar garis marka bertuliskan "Head"
Saya yang tadinya ada di situ untuk menunggui akhirnya perlu mengawasi lebih ketat. Bukannya gila merk, tapi label merk itu merupakan identitas sekaligus bagian dari estetika sepatu je. Saya pun jadi senewen hingga perlu memperhatikan detail demi detail proses menjahitnya. Fiuuuh.... penat bercampur dag dig dug. Alhamdulillah, setelah dijahit, sepatu pun menjadi kuat dan siap diajak jalan-jalan lagi. Lis sol yang tadinya ketawa dan mesem pun jadi pada mingkem semua.

Kenyamanan

Sepatu ini pas banget di kedua kaki saya. Untuk melangkah, menapak, jinjit, dan menekuk pun terasa nyaman. Yang paling saya sukai adalah sol bawahnya yang ngegrip *mungkin dia bertipe MT merk Maxxis Mudzilla ya*. Diajak nginjak apapun do’i oke saja. Batu berlumut terendam air sungai, semak belukar, rumput basah nan licin, duri putri malu, duri bambu, ubin, pasir, aspal....  semuanya no problemo. Bobotnya 1.100 gram (1,1 kg), dengan pembagian berat yang merata, menjadikannya terasa ringan untuk melangkah. Tidak berasa seperti ada yang menggelayuti dan menggondeli kaki.
Seri Dura Dry
Sesuai dengan namanya “Dura Dry”, sepatu ini pun cepat kering. Pernah saya pakai nyemplung sungai untuk mendapatkan momen dan angle yang baik saat CR-an. Ketika mentas, rasanya tidak nyaman karena basah kuyup. Digunakan untuk beraktivitas, tau-tau do’i kering sendiri.
 
Sol sepatu "MT" vs sol "extreme" kaki Pipo kucing saya ;)


Sol bawahnya sekelas ban MT *atau extreme yah? Xixixi...* Untuk segala medan, sepatu ini siap-trabas. Medan halus, kasar, kering, basah; ayoook saja. Sangat kooperatif deh, nyenengin.

Kekurangan

Nyaris tidak ada. Kerusakan kecil hanya dijumpai pada ngelupasnya sebagian sol atas efek dijahit sama tukang sol sepatu dan retak kecil sol atas dekat jahitan bawaan pabrik. Itu pun baru muncul belakangan ini, setelah memasuki usia 10 tahun sejak dibeli.

Cuwil bin ngelupas dikit, but it's still okay
Retak dikit di dekat jahitan pabrik. Mungkin karena dia sudah mulai tua...
Retak di bagian belakang, dekat jahitan tukang sol

Kesimpulan

I love it. Ini adalah sepatu andalan yang paling sering saya pakai CR-an, karena paling nyaman dan paling oke diajak bantingan. Awet pula, sudah 10 tahun masih bagus dan nyaman.  Bagaimana dengan brosis sekalian? Punyakah pengalaman seru tentang sepatu andalan?

Merk: Head - Dura Dry 100
 Lokasi pembuatan: Indonesia
Jenis: trekking shoes-ankle boots
Kategori: children
Ukuran: 38
Bahan utama: suede dan kanvas.
Jumlah lubang tali: 4 pasang + 2 pasang kaitan metal
Berat: 1.100 gram
Harga: Rp 400.000,-
Tahun pembelian: 2006
Nilai: 4,5 dari 5

~Piet~

1 komentar:

  1. Gw beli taon 2003 pas lulus SMA itu jg nabung dlu beda ya dpt bungkus ya gak pake kresek hahaha price ya 700k itu pun bikin garuk" kepala pengangguran beli sepatu sampai harga segitu hahaha dan sepatu masih perawan tingting langsung gaspol d ajak ke Rinjani dan enak banget di pake ya betul mau jalan kaya gimana pun tetep nyaman dan sekarang masih d pake tu sepatu Kya istri kedua hahahaha

    BalasHapus