Haiii semua.....
Akhirnya saya posting lagi nih setelah sekian bulan vakum. Brosis, sudah
pernah ke desa wisata Nglinggo belum? Itu tuh, sebuah tempat adem di Perbukitan
Menoreh Kulonprogo yang ada kebun tehnya. Satu-satunya wisata kebun teh yang
ada di DIY.
Saya
kemarin ikut dolan blusukan atau CR-an (country road-an)
kesana bersama KJFC (Katana Jimy Fans Club), hari Minggu, 5 Juni 2016, sehari
sebelum puasa 1437 H. Sebenarnya, KJFC sudah sering CR-an kesana, bahkan sejak
masjo tercinta belum bergabung dengan klub ini. Setelah bergabung, kami sendiri
sudah 4 kali kesana; 2 kali untuk blusukan, 1 kali untuk nonton teman-teman
yang ngetrek di trek pendek muteri sungai, dan 1 kali sekedar mampir piknik
dari CR-an di Suroloyo. Sebelumnya, saya juga pernah kesana duluuuuu banget di
tahun 2000-an awal, sewaktu tempat ini belum ramai seperti sekarang ini.
Rasanya aneh-aneh-seneng, di Jogja kok ada tempat tinggi yang adem,
berliku-liku, dan ada kebun tehnya kayak di Wonosobo.
Nah,
pada kesempatan ke 5 ini, medan blusukannya lain lagi. Kami belum pernah nyemplung.
Konon, trek ini pendek tapi membuat kemringet....
waduuh. Masjo sendiri sih ogah kalau ntar pake ngewinch-ngewinch segala, bukan
kelasnya. Lha wong jip kami cuma jip culun yang dipakai glidig harian, kok mau macem2. Emangnya JORC? Atau IOX Adventure? Hihihi.... Ngilo githok :D
Dua
minggu sebelumnya, wacana CR-an kesini memang sudah direncanakan, dengan “semangat
penasaran” ingin menjajal trek baru, namun beberapa hari sebelum
hari-H saya dengar rencana ini gagal karena diinfokan bahwa trek ini berkategori
ekstrim. Yaa harus ngewinch segala. Wedew.... ya sudahlah, kalau dibatalkan ya
tak apa-apa. Setujulah saya, wong saya niatnya pingin piknik thok kok. Tidak
mencari yang ekstrim-ekstrim. Yo uwis, tidak jadi piknik.
Eh
lha.... besoknya dikabari lagi kalau CR-an tetap jadi diadakan tetapi dengan
trek lama yang pernah saya lewati itu. Trek tersebut cukup panjang, sampai
tembus ke wilayah Purworejo. Hmmm.... sebenarnya agak males sih, karena saya sudah
2 kali kesana, tapi okelah.... yang penting piknik. FYI, saya ini penyuka dolan dan piknik. Terlebih lagi ke alam bebas berhawa sejuk, cozy, dan tidak crowded.
Eniwei,
mendengar kata “mau CR-an di Nglinggo” dan ini besoknya sudah masuk puasa Ramadhan, saya teringat akan
kolang-kaling dan gula aren.... wkwkwk dasar emak-emak! Yang dipikirin tidak
jauh-jauh dari dapur. Biar sekalian bisa nyetok untuk
dibikin minuman berbuka dan dibikin manisan kolang-kaling untuk lebaran.Haiyah.... masih lama, cuiiint +__+.
12 jip
plus 1 motor
Singkat
cerita, berangkatlah rombongan yang terdiri atas 10 jip 4x4 Suzuki Katana dan
Jimny menuju Nglinggo di pagi yang super cerah itu. 1 jip datang menyusul ketika
rombongan sudah masuk ke dalam hutan.
Seperti
CR-CR-an yang bersifat fun lainnya,
anak-istri juga pada ikut. Para anak tersebut terdiri atas beberapa remaja
cowok-cewek, beberapa abege cowok-cewek, bocah-bocah cowok, balita, dan batita.
Bocah-bocah cowok seumuran TK dan SD kelas 1 adalah yang tampak paling antusias
dan berbinar-binar wajahnya. Mereka ini paling “jago” kalau disuruh mbahas
CR-an. Saya perhatikan, perbendaharaan kata mereka di bidang offroad ngalah-ngalahin
orang dewasa *emaknya*. Fasih banget mereka ngomongin “empat kali dua”, “empat
kali empat”, bahkan lapan empat satu (4x2, 4x4, 8:41). itu bukti bahwa mereka
memang interested ke bidang ini. Hehee....
Kelak jika dewasa, mereka mungkin jadi pengamat atau komentator offroad yang
handal ya.
Weh,
mana bersemi profesi macam itu di sini? Yang ada dan buanyak mah pengamat dan
komentator bola. Padahal, maen bola aja kagak pernah. Wkwkwkk. Komentator
makanan juga ada, kerjaannya enak bingits, makan ini-itu, dibayari, dapat honor
pula. Komentator wisata juga bersemi di era cyber
media ini. Kerjaannya dolaaaaaan muluk, kemenong-menong.... terus ngomentarin
tempat tujuannya, lalu dapat honor. Hehehe. Asyik ya...
Apapun bidang komentarnyaminumnya teh bodol sosor, eh... asalkan dilakoni dengan hepi dan with passion, inshaallah akan
mendatangkan hasil. Minimal hasil itu berupa manfaat batin bagi dirinya sendiri.
Jika batin sehat, jiwa dan raga pun inshaallah akan ikut sehat juga. Begitu
kata-kata bijak yang acap kali saya dengar dari mubaligh dan mubalighot
pas ngaji.
Apapun bidang komentarnya
Olrait,
kembali ke cerita awal. Sampai di Nglinggo, Mas Melky yang penduduk sana sudah
siap memandu atau istilah beliau “maen bareng” KJFC dengan odong-odong Jimny warna
baby blue-nya. Odong-odongnya ini full house, eh full odong-odong dink, dengan adik lelakinya, anak-anak balitanya,
dan adik iparnya yang membawa infant.
Wuiih rame bener.... dan sepertinya adik-adik kecil unyu dan ibu muda itu pun
sudah sangat terbiasa blusukan di sana. Jadi, tidak masalah kalau harus naik
jip oblongan beramai-ramai begitu.
Mas Melky dan anak balitanya yang selalu menggeleyot. |
Mas Melky dengan Jimny odong-odongnya yang tangguh. |
Full. |
Oh
iya, Mas Melky ini seorang offroader yang sudah hapal seluk-beluk Nglinggo. Ya
iyalah, kan beliau penduduk sana. Kemarin waktu JORC IV beliau juga terlibat
sebagai panitia yang berjaga di Trek B kawasan Nglinggo.
Setelah
permisi kulonuwun dengan pengelola Nglinggo, suasana hati pun sudah saya
sesuaikan ke mode mblusuk trek yang panjang dan lama itu. Besar kemungkinan trek tersebut baru tertuntaskan hingga malam. Bekal
makanan, minuman, cemilan, alat solat, alat masak, dan baju ganti pun sudah
menuh-menuhin 2 box peluru hijau army produksi PT Pindad itu. But, then.... diinfokan oleh beliau bahwa trek yang mau kita
lewati itu sedang dicor beton di sisi sana. Hwadohh!!! What the,,,,,+)# %^&*()_+@##,,,,,
Akhirnya diputuskan, treknya sesuai dengan rencana pertama. Iyaah, trek baru
yang konon bikin kemringet ituuh! Oke deh, Om. Siap-siap towing ini, mengingat ban depan saya
sudah mulai gundul. Ntar kalau tidak kuat, ya balik kanan. Yang penting ada
plipiran, beres.
Seperti
CR-an yang sudah-sudah, Mas Kukuh, salah satu pengelola Wisata Desa Nglinggo pun ikut memandu dengan mengendarai motor
bebeknya. Iya betul, motor bebek, tapi ini khusus motor bebek pengelola yang
sudah hapal medan lho ya. Selain itu, hanya motor trail dan jip 4x4 lah yang
diperbolehkan masuk ke medan. Medan hutan pinus ini berbahaya, brosis. Jangan
dibayangkan seperti Hutan Pinus Mangunan
yang biasa untuk piknik itu lho ya. Ini jauh berbeda. Satu pesan saya: Don’t ever make a stupid try with your on-road
vehicle, or you are going to get lost even die. I mean it.
Kolang-kaling
dan gula aren asli Nglinggo
Subjudul
ini hanya membahas bahan makanan. So, jika brosis tidak tertarik, monggo
silahkan di-skip saja. Langsung
meluncur ke subjudul berikutnya ya :D
Seperti
yang sudah diniatkan sedari kemarin, begitu ketemu Mas Kukuh, saya pun nanyain
ketersediaan kolang-kaling dan gula aren. Hihi. Kemudian beliau langsung
tanggap darurat ngontak seseorang di seberang sana dengan pesawat HT-nya. Jawabannya
pun “positive, captain!”. Syiiip
tenan.... dan saya pun langsung pesan 5 kg kolang-kaling. Byuuuh.... mboten sak
kwintal sisan, mbak? Wekekekekk. Mboten, Mbokde. Segini saja sudah cukup kok
buat cadangan devisa seabad. LOL. Saya paham masjo tercinta itu pecinta
kolang-kaling. Jadi, ntar pingin saya bikinin dia manisan kolang-kaling, kolak
dengan campuran kolang-kaling, dan es campur bertabur kolang-kaling yang banyak
:)
Selain
itu, saya pun pesan gula aren sebanyak 3 tangkep. Satuan gula aren di sini
bukan ons atau kilo gram, melainkan “tangkep”. Bukan tangkep nangkep maling lho
ya, melainkan tangkep ditelangkepin di atas permukaan gula yang lain, alias dipasangkan.
Setangkep berarti sepasang. Dicetak menggunakan batok kelapa yang bentuknya
seperti mangkuk itu, sebiji gula berarti 1 cetakan, atau setengah tangkep. Gula
aren setangkep ini bentuknya mirip UFO *tanpa alien tentu saja*. Kalau brosis
beli setengah tangkep, maka bayangin aja UFO yang ½ bagian doang, tidak pakai
atap :D.
Ini
asli lho.... Asli buatan penduduk sekitar Nglinggo dan asli gula aren. Lah,
emang ada yang palsu? Buanyakkk! Gula aren dan gula jawa yang sering saya beli
di warung itu sering tidak asli, banyak campuran bahan-bahan yang ajaib. Teksturnya
pun kadang keras mirip batu padas. Dipukul pakai hammer, yang kontal malah hammer-nya.
Ewww.
Ah,
ngomongin bab keaslian-kepalsuan, apa sih yang tidak bisa dipalsukan di negeri
kita tercinta Indonesia ini? Yang saya tidak habis pikir itu telur ayam, kok ya
ikut dipalsu. Tepok jidat kuat-kuat. Lha wong telur lho ya, yang strukturnya,
komposisi bahannya, dan warnanya yang sedemikian rupa kayak gitu itu.... ada
cangkang, ada putihan, ada kuningan, kok ya kober-kobernya dipalsuin. Hadeeeh. Apalagi
cintamu, palsu buanget.
Oh
iya, mungkin brosis penasaran berapa harga komoditas asli Nglinggo yang saya
beli itu. Kolang-kaling alias buah atep Rp10.000 /kg. Beda Rp2.000 sama warung
dekat rumah yang dijual Rp12.000. Gula aren Rp8.000/tangkep, yang sesampainya
di rumah saya timbang ternyata 1 kg lebih dikiit.
Semua
itu saya beli dengan pasrah, tidak pakai tawar-menawar karena menurut saya sudah
murah. Apalagi jika teringat proses pengunduhannya, pembakarannya, pengupasannya,
pemukulan sampai gepengnya, penggodokannya, dan perendamannya yang ribet.... sejak
dari buah atep berkulit hijau hingga menjadi butiran gel putih yang memberikan
sensasi asyik kenyal kala dikunyah. Wah, tambah tidak tega untuk menawar. Persis
setahun yang lalu kami kesini, pas menjelang bulan puasa pula, harga
kolang-kaling masih Rp9.000/kg. Naik seribu Rupiah, ya wajarlah.
Pintu
masuk trek
Kalau
brosis pernah ngetrek di Nglinggo, tentu sudah tahu letak jalan masuknya yang ditandai
dengan plang “4x4 only” di tepi
jalan aspal itu.
Pintu masuk yang biasanya itu, tapi kali ini bukan dari situ masuknya. (Foto ini saya buat saat CR-an tahun 2015). |
Dalam CR-an kali ini, pintu masuknya bukan dari situ lho ya, melainkan
naik ke arah kebun teh tapi sedikit saja, jangan jauh-jauh, kemudian masuk kiri
ke gang mungil menuju ladang yang waktu itu di mulutnya terdapat banyak tumpukan
kayu. Eww.... belum apa-apa kok sudah disuguhi yang beginian yak. Sebuah welcome greeting.... Firasat ane ude
kagak enak aje. Kebayang di sononya ntar tambah ngeri. Ane kan super cemen,
offroader gadungan, levelnya cuma fun CR,
pun cuma ngenek’i dan nyotret doang. Hiks, ora popolah. Pokoke joget.
Gang masuk ke arah hutan. Sempit njepit. |
Pemandangan dari arah dalam gang. Jip Pak Lurah yang sudah lama tidak ikut blusukan, mblusuk juga di gang masuk yang sempit ini. |
Baru
beberapa meter masuk eeiiy.... sudah ketemu handycap
kedua yang berupa “gapura sempit” dengan sebatang pohon di kiri, dan tanggul
ladang di kanan. Tanggul ini pun ada pohonnya juga walaupun kecil. Kedua pohon
itu sungguh membikin ilfil, sodara-sodara. Jangkrik ijo yang mungil itu pun
kejepit di situ. Saya yang berada di barisan agak belakang pun penasaran.
Turunlah saya dari jip terus berjalan ke depan. Oww penahan tempias hujannya
ternyata nyerempet pohon! Aksesoris ini membuat dimensi si Jangkrik menjadi bertambah
lebar. Pohon di sebelah kiri pun tetap tegar, pantang mengalah. Ceritanya, si
Jangkrik ijo ini tetap berusaha memaksa masuk, walaupun menurut cerita si sopir,
di dalam kabin sudah terdengar suara ngeres serempetan yang nggak ngenakin hati.
Lalu,
kok 3 jip di depan berhasil lolos ya? Ya, karena mereka itu tanpa aksesoris
jendela samping. Polosan saja, jadinya lebih slim. Paling depan Mas Melky pembuka jalan dengan odong-odong
Jimny, diikuti Jimny Jangkrik kanvas semi odong-odong, dan 1 nya lagi Jimny
Jangkrik standar tetapi tanpa penahan tempias hujan (opo sih istilahe?).
Dipaculi
Seorang
mas-mas yang tadinya saya kira petani yang sedang menggarap ladang eh... ternyata
adik Mas Melky itu pun turun tangan membereskan rintangan. Dipaculinya sebagian
tanggul supaya jalan melebar, namun tetap saja si Jangkrik Ijo gagal masuk.
Apalagi Katana Jimny di belakang-belakangnya yang bodinya lebih lebar, bakalan
nyentel semuanya dong.
Adik Mas Melky berinisiasi memaculi tanggul ladang. Tadinya saya kira dia petani lokal :)) |
Satu-satunya
jalan kontraproduktif terpaksa ditempuh: mencabut pohon kecil di sisi kanan.
dicabut rame-rame kok tidak berhasil. Akhirnya winch si orange juice bekerja dengan trengginas. Ya, ibarat kata
penyakit, jalan penyembuhan terakhir adalah dengan dioperasi. *Hiks, sedih
melihat akar pohon yang sudah banyak dan berserabut lebat itu harus tercerabut
dari tanah tempat tinggalnya. Tentulah pohon itu sudah berjuang hidup bertahun-tahun
untuk menghasilkannya.*
Satu
demi satu jip berhasil masuk. Itu pun dengan penjagaan yang ketat. Ada yang
berjaga di dekat pohon untuk memberikan aba-aba. Saya sendiri tidak merasakan
sensasi slusupan di “gapura” itu karena sok sibuk jadi fotografer gadungan. Di
depan sana sudah terdengar raungan jip-jip yang sudah duluan lewat. Suaranya
menggelegar memecah kesunyian hutan. Wuiih.... treknya macam apa itu ya? Kok
kayaknya terdengar ngeyel. Ah... seru nih sepertinya. Saya pun bisa merasakan adrenalin
teman-teman di sekitar saya yang pada mulai naik.
Njepit. Jika posisi pohon tidak doyong, jip akan lebih mudah masuk. |
Setelah
jip yang dikendarai masjo berhasil lewat, saya bergegas naik ke dalamnya untuk
ikut menyusuri jalan tanah yang ampuun sempitnya, berbumbu sedikit ajrut-ajrutan
dan banyak ketegangan karena ban depan kami yang mulai gundul. Jip rasanya
berjalan dengan gleyat-gleyot tidak stabil.
Trek
tanah yang keras tapi licin
Brosis
sudah pernah berjalan di atas lantai yang disabuni belum? Kalau belum, yaa
bayangin saja deh, tidak usah dicoba. Licin pokoknya. Nah, trek di Nglinggo kali
ini ya ibaratnya seperti itu. Menurut Mas Kukuh, hujan sudah tidak turun selama
seminggu di Nglinggo. Walaupun demikian, yang namanya hutan pinus itu pintar
banget menjaga penguapannya, jadi ya tetap saja tanahnya basah. Hal ini membuat
trek menjadi licin, ibarat lantai yang disabuni itu tadi. “Sugeng plosotan, Mas....”
Ban yang kurang ngegrip pun akan kesulitan melangkah dan mengendalikan
kestabilan kendaraan. Kalau bisa memilih, mendingan berjalan di trek berlumpur
seperti bubur karena ban saya masih bisa mendapat gigitan.
Kondisi
tersebut di atas masih diperparah dengan kontur tanah yang tidak rata karena
banyaknya jeglongan panjang seperti parit yang terbentuk dari ban-ban motor-motor
trail yang beberapa waktu yang lalu mengadakan event blusukan di situ. Kami harus berhati-hati, terlebih ada banyak
jurang di kiri jalan yang kalau dilongok cukup membuat nyali ciut.
Well, kalau saya hanya duduk manis di
dalam jip, ya foto-foto yang saya bikin paling cuma menampilken bokong jipnya
teman yang berjalan persis di depan jip saya. Monoton..... dan saya pun memilih
turun, berjalan kaki saja, supaya bisa memotret jip saya dan jip-jip lainnya
dengan lebih leluasa. Itung-itung olah raga, hashing kayak orang kaya. Hahaha.
Beban
di tangan saya lumayan berat karena saya sok ribet menenteng-nenteng kamera dan
lensa yang total beratnya 2,6 kg, dan itu berlaku sampai pukul 5 sore.
Walhasil, saat mengetik postingan ini, kedua lengan saya masih njarem. Jari-jari saya pun masih linu-linu. Lho memangnya mbaknya seksi dokumentasi acara ini apa, kok mau bercapek-capek jalan kaki dan berlinu-linu begindang? Ow, bukan! Saya ini orang bebas, saya motret ya suka-suka saya, sesuai keinginan. Kalau saya pingin motret, ya saya mau melakukan yang susah-susah demikian itu. Kalau saya tidak pingin, ya saya pun pilih duduk manis saja di rumah, meni-pedi-manjangin kuku :D .
"Let's rock!"
Tiba di sebuah pertigaan, atau tepatnya perempatan semu, trek dipilih yang ke arah kanan. Kalau ke arah lurus itu trek JORC IV... bhuahahak! Pantesan dipagari, sejenis warning supaya penggembira-penggembira macam kami ini tidak mencari masalah kesana. Bagaimana tidak, menurut cerita Mas Melky, di JORC kemarin itu hanya ada 5 team saja yang berhasil lolos. Itu pun ngewinch semua. Ekstrim, coy..... Bukan kelas kami. Tahu dirilah. Mlipiiiir.....
Sampai
di sebuah tikungan ke kanan yang agak menanjak, kondisi trek bertambah “ajib”.
Jeglongan-jeglonganya *i’m sorry for my weird
javanese language* semakin besar, dalam, dan bikin para joki harus
bersiasat. Tidak semua jip berhasil lewat dengan lancar jaya, rata-rata butuh
lebih dari satu kali trial. Beberapa
bahkan harus di-strap, termasuk jip
saya wkwkwkwk..... Mayuuuu *nutupin muka pake jari-jari megang tisu*. Tak apaaa,
daripada kampas kopling ane hangus :)) . Cuma ya risih saja sih, kok di trek kayak
gini jip saya gagal lolos iku kepiye sih?
Kambing
hitam pun perlu dicari. Kambing pertama ketemu di kembangan ban depan yang memang
sudah menggundul dan kehilangan traksi. Kambing kedua ngendon di ruang mesin
yang akhir-akhir ini saya rasakan mulai letoy, ngempos mirip ban gembossss. Tampaknya
karburatornya harus disetel ulang. Lha biasanya di trek-trek yang lebih berat
saja berhasil lolos kok....
Hehe...
sotoynya saya. Lha wong saya ini bukan montir, bukan pula offroader, apalagi
anak gembala, kok repot nyari-nyari kambing hitam. *padahal adanya cuma kambing
krem si wedhus gembel ituh* . Intinya,
jika dalam kondisi waras, inshaallah jip saya mampu melaluinya. Lha
wong jip merah standar di depan saya itu saja mampu kok.
Kesimpulannya,
kami sedang memasuki trek yang kalau di game
Duke Nukem, difficulty setting-nya “let’s
rock”.
Ngobrol-ngobrol, brosis termasuk penggemar game ini tidak? Ada 4 difficulty setting dalam game kesayangan saya sewaktu kuliah ini: piece of cake, let’s rock, come get some, serta damn i’m good. Lha biasanya, CR-an saya ya sebatas let’s rock saja. Itu sudah asyik, sesuai dengan tongkrongan jip culun saya. Kalau piece of cake sih ya tidak seru, muluuuus saja yang cuma bikin ngantuk.
Ngobrol-ngobrol, brosis termasuk penggemar game ini tidak? Ada 4 difficulty setting dalam game kesayangan saya sewaktu kuliah ini: piece of cake, let’s rock, come get some, serta damn i’m good. Lha biasanya, CR-an saya ya sebatas let’s rock saja. Itu sudah asyik, sesuai dengan tongkrongan jip culun saya. Kalau piece of cake sih ya tidak seru, muluuuus saja yang cuma bikin ngantuk.
Trek jahanam
Habis
gelap terbitlah gulita. Itu peribahasa yang tepat untuk menggambarkan trek di
depan sana. Di saat teman-teman di barisan belakang masih “mbeker-mbeker” maju mundur syantik menaklukkan tikungan
berjeglongan; teman-teman di depan sana sudah menemui handycap lagi. Raungan mesin terdengar lebih nggembor. Saya bergegas ke depan. Jiaaah....!!! Ini mah trek eskrim
sodara pemirsa! Tinggal dicampur buah kaleng atau puding... swegerrrr. Wahaha. Ekstrim
maksudnya. Wiiiss.... maklum puasa-puasa, bawaannya pingin yang sweger-sweger.
Trek
ini berupa tanjakan tanah lembab yang keras, berjeglogan parit bekas ban motor
trail, sedikit meliuk-liuk, dan patah ke kiri setelah mencapai 3/4nya. Itu Mas
Melky sedang “ngoker-oker” trek
dengan odong-odongnya *again, sorry for
my alien language*. Sepertinya beliau sedang “membajak” trek supaya jip-jip
di belakangnya bisa lewat. Atau mungkin.... beliau sendiri sebenarnya sedang
kesulitan lewat sehingga harus maju-mundur syantik juga? Hahaha. Mbuh.
See? Paritnya dalam, kan..... |
Sedikit trouble tapi bisa diatasi. |
Berikutnya,
giliran si Jimny orange juice sweger berban MT itu. Bisa loloskah? Hehe.....
sudah saya duga, gagal.... Akhirnya setelah di-winch beberapa kali sesuai
liukan tikungan, baru deh ia berhasil naik. Fiuuh....
Si orange juice berjuang menaklukkan trek jahanam dengan ngewinch. |
Selanjutnya,
si Jangkrik biru unyu itu. Bolak-baik, naik-turun, penasaran, ngulang
lagi dari bawah... akhirnya pasrah bersandar di pohon. Wakakakak.
Perjuangan si Jangkrik biru. |
Njepit di antara 2 pohon pinus. |
Jangkrik
ijo penasaran. Nyoba naik, tapi gagal. Nyoba lagi, gagal lagi. Saking licinnya
trek, jip jadi berbalik arah, moncongnya menghadap ke bawah. Yang lain pada terpingkal-pingkal
nyeletuk, “Arep mulih po yooo...??”
Jangkrik ijo tidak kuat dan berbalik arah turun. Spontan diketawain. |
Kalau
semua harus memaksakan diri naik dan ngewinch satu demi satu, hwaaah kelarnya ntar
solat traweh nih, atau malah pas sahur. Jelas ini treknya odong-odong, bukan
buat Katana-Jimny standar. Saya sih berpikir logis saja. Kalau sudah kayak gini
mah lebih baik balik kanan dan pulang, tapi para pria itu banyak yang masih
penasaran, termasuk masjo. Hallah... Wong yang di trek bawah tadi aja pake
nyetrap kok. Huhuuu.
Jip saya mencoba naik, dan bisa ditebak hasilnya. Gagal maning, Son.... hahaha. |
Saatnya
masjo beraksi dengan jip merah item. Udah dibilangin juga, palingan kagak
kuat.... tapi biarinlah, daripada ntar sampai rumah tidurnya ngigau penasaran. Hehehe.
Benar saja, jip cuma spinning doang wang
wang wanggg..... Walaupun mereka pada dongkol karena gagal, tapi tetap saja pada
ngakak menertawakan kegagalan diri sendiri-sendiri.
Hewww....
Jahanam bener ini trek. Ibarat main game
Duke Nukem, ini masuk setting-an come
get some. Sulit, tetapi masih ada yang bisa lewat normal tanpa
ngewinch. Lantas, damn i’m good-nya yang kayak apa? Ya yang kayak di JORC itu. kalau
tanpa ngewinch, tidak bisa lewat.
Brosis penasaran? Tunggu apa lagi? Gaaasss.....!!! tapi saya sarankan bawa odong-odong atau jip ber cc besar. Jangan bawa Jimny standar ya.
Yang
bener itu gimana sih?
Ada
yang mengganjal ketika melihat posisi ngewinch si orange juice, yang dalam
pandangan saya itu aneh serta tidak aman. Ia ngewinch dengan posisi menyamping,
objek tarik berada di sisi kanannya, bukan di depannya.
Posisi ngewinch yang mengganjal menurut hemat saya, CMIIW. |
Maafkan
saya jika saya keliru, tetapi sependek pengetahuan saya, posisi mobil yang
ngewinch itu seharusnya lurus terhadap objek yang diwinch. Posisi lurus akan
membuat energi tersalurkan dengan optimal. Jika menyamping, tali winch akan
mengumpul pada satu sisi yang akan mengurangi pulling efficiency dan bahkan berisiko merusak tali. Sumber yang
saya baca, “Warn, Basic Guides to
Winching Techniques” halaman 13-14, yang dirilis oleh Warn Industries Off-Road Products
menerangkan tentang hal tersebut lengkap dengan ilustrasinya. Jika winching
dilakukan dengan kondisi seperti ini, maka seharusnya dicarilah satu titik tumpu
baru. Mobil yang ngewinch diposisikan lurus dengan titik tumpu tersebut, lalu
dari titik tumpu ini tali winch dibelokkan ke objek.
Teknik winching yang benar dengan posisi objek yang menyamping menurut buku panduan keluaran Warn. |
Kalau saya sekedar ikutan CR-an saja, duduk manis di jok, menikmati ajrut-ajrutan di trek dan tidak ngepoin apa-apa yang ada di trek, terlebih tidak mau baca-baca; mungkin ganjalan ini tidak akan muncul. Mungkin saya akan merasa biasa saja, anteng-anteng saja, tidak merasa ngeri, gusar, atau gimana.
Ada hal mengganjal lainnya yang saya lihat ketika winching, yaitu orang yang narik seling kok tidak memakai sarung tangan. Hal ini sepertinya sepele dan sejauh ini memang baik-baik saja, namun ini adalah sebuah kesalahan dalam aktivitas offroad yang aman. Pada halaman 5 buku panduan keluaran Warn tersebut di atas disebutkan, "Glove wire rope, through use, will develop 'barbs' which can slice skin. It is extremely important to wear protective gloves while operating the winch or handling the wire rope." Penggunaan sarung tangan itu penting, karena seiring pemakaian, seling atau tali winch bisa rusak dan membentuk duri-duri kawat yang bisa mengiris kulit. Hiiiii.... kebayang kan, duri dari kawat baja mengiris kulit tangan, atau.... daging tangan. Ngeri!
Ada hal mengganjal lainnya yang saya lihat ketika winching, yaitu orang yang narik seling kok tidak memakai sarung tangan. Hal ini sepertinya sepele dan sejauh ini memang baik-baik saja, namun ini adalah sebuah kesalahan dalam aktivitas offroad yang aman. Pada halaman 5 buku panduan keluaran Warn tersebut di atas disebutkan, "Glove wire rope, through use, will develop 'barbs' which can slice skin. It is extremely important to wear protective gloves while operating the winch or handling the wire rope." Penggunaan sarung tangan itu penting, karena seiring pemakaian, seling atau tali winch bisa rusak dan membentuk duri-duri kawat yang bisa mengiris kulit. Hiiiii.... kebayang kan, duri dari kawat baja mengiris kulit tangan, atau.... daging tangan. Ngeri!
Look at the bare hands! It is extremely dangerous! Don't do it this way, friends. |
We’ve got company.... and the “PTO”
Ternyata
tidak hanya kami saja yang CR-an di situ. Ada rombongan lain juga yang terdiri
atas 3 jip Jimny LJ80, SJ410, dan odong-odong. Sambil mengantri trek, mereka
ikut menyaksikan jip-jip kami yang berusaha menaklukkan trek jahanam itu.
Mereka bahkan ikut membantu me-rescue
dengan teknik “PTO” (Pake Tenaga Orang, seharusnya Power Take-Off/pakai winch yang tenaganya diambilkan langsung dari
mesin mobil). Di sinilah kekhasan anak-anak jip yang saya sukai. Mereka punya brotherhood bond yang kuat. Meskipun tidak kenal, mereka lazim saling menyapa
dan tolong-menolong, bahkan maen bareng. Bukan jaim-jaiman, bukan pula
songong-songongan.
Towing "Pake Tenaga Orang" sebisa mungkin dihindari. Tidak aman, brosis. Pakailah jip anda atau jip teman anda. |
Soal
PTO yang diapit tanda kutip itu? Wkwkwk... ibarat mencoba ndagel ngelucu tapi tidak lucu sebenarnya, malah
satir jadinya. Tidak safe, man....
membahayakan keselamatan. Kalau jatuh, gimana? Kalau keinjak, gimana? Kalau ketabrak jip yang sedang gas pol, gimana?
Saya pribadi sebagai kenek yang nyambi tukang poto ini sering mengamati itu di lapangan dan di hasil bidikan saya, yang kesimpulannya saya tidak setuju dengan "PTO"! Ada jip nganggur terparkir di depan itu buat apa? Tinggal kaitkan strap di jip tersebut dan di jip yang stuck dan tarikk... itulah teknik yang aman. Kalau tidak ngangkat juga, ya pakai winch duong. Hmmmm.... tapi siapalah saya, kok mau memberi saran segala, saya kan hanya seorang istri biasa dari seorang suami yang bukan offroader, hanya temannya offroader. Ya sudahlah, yang penting saya tidak setuju dengan hal itu.
Saya pribadi sebagai kenek yang nyambi tukang poto ini sering mengamati itu di lapangan dan di hasil bidikan saya, yang kesimpulannya saya tidak setuju dengan "PTO"! Ada jip nganggur terparkir di depan itu buat apa? Tinggal kaitkan strap di jip tersebut dan di jip yang stuck dan tarikk... itulah teknik yang aman. Kalau tidak ngangkat juga, ya pakai winch duong. Hmmmm.... tapi siapalah saya, kok mau memberi saran segala, saya kan hanya seorang istri biasa dari seorang suami yang bukan offroader, hanya temannya offroader. Ya sudahlah, yang penting saya tidak setuju dengan hal itu.
Ngumpul unyu Jimny-Jimny standar yang tidak mampu menaklukkan trek jahanam di depan itu. Sambil ngobrol dengan teman baru (berkaos biru). |
Olrait... dilanjutken ceritanya. Berhubung
kami sudah cukup lama berkutat di situ, kasihan jika mereka harus kelamaan menunggu.
Ini kan trek umum, bukan milik satu klub. Akhirnya diputuskanlah untuk mengakhiri
trek dan putar haluan, menepi, lalu memberikan jalan masuk buat jip-jip mereka.
Dasarnya kami memang sudah pada give up,
hahaaa... namun mereka ternyata memutuskan untuk ikut balik kanan juga. Mungkin
ikutan muntir setelah melihat kegagalan jip-jip kami ya. Hihihi.
Akhirnya balik kanan
Sudah
hampir pukul setengah tiga. Setelah pada mencoba naik untuk sekedar menuntaskan
rasa penasaran, kami pun melambaikan bendera putih, lempar handuk, gantung
sepatu, gulung tikar, bongkar lapak, tutup buku, nglaminating duit, atau apalah
istilahnya.... you name it. Pokoknya
kalah besar-besaran. Yang murni bisa naik hanya 2 jip; 2 jip lainnya naik
dengan ngewinch, sisanya yang 8 itu “standing
dan terbang” a la Oemar Bakrie. Sadar diri akan kekurangan yang dimiliki, itu lebih mulia, iya to? Hwehehe.... Alibi!
Selain jipnya Mas Melky, cuma si biru WSL ini yang sanggup naik tanpa winching. Congratulation! |
Kami
pun berniat balik saja, menyusuri jalan yang tadi dilewati, tetapi adik Mas Melky
menyarankan untuk mengambil arah kanan pada perempatan semu tadi. Kalau ke
kiri, hanya akan sama persis dengan berangkatnya tadi. Lagian, trek ke kanan
ini tidak sulit kok. Begitu katanya. Ya, kami pun manut.
Si konde sebelum klontang juga ikut balik kanan. |
Ketemu Supra "offroad" di pertigaan. |
Bwahh!!!
Kirain treknya mendatar dan mudah beneran, ternyata: tetap sempit, berliku, menurun,
miring, dan licin. Di sisi kiri pun ada jurang. Hiiiiii. Cuma saja tidak ada
tanjakan.
Sampai
di pertigaan, bertemulah kami dengan 4 jip “jawara” yang berhasil naik tadi. Kami
pun re-grouping. Ceritanya, dari trek
jahanam tadi, mereka bablas ke kiri, lalu tembus di pertigaan ini.
Re-grouping di sini. |
Turunan
licin dan persneling mundur
Pertigaan
itu membawa kami pada turunan panjang yang sedikit berkelok ke kanan dan ke
kiri. Ujungnya berupa trek gembur berlumpur yang dipotong oleh parit kecil.
Dari atas, ujung turunan itu tidak kelihatan. Saya memilih turun dari jip untuk
melihat kondisi sekitar dan jeprat-jepret.
Wah,
jip-jip harus berjalan pelan dengan ekstra hati-hati ini. Kalau jalan menurun
sih sudah sering saya jumpai, tapi ini ditambah parah dengan unsur licin,
miring, sempit, dan jeglong-jeglong. Intinya, sama dengan yang tadi, efek
lantai disabuni; tetapi menurun... dan jurang di kiri jalan itu beneran
membikin nervous.
Tepi jurang |
Teknik
yang diterapkan yakni mesin tetap dihidupkan, maju perlahan-lahan, mepet kanan
ke tebing, injak rem sesekali, dan yang amat penting: gunakan persneling mundur.
Mepet tebing |
Sebagian
besar penumpang jip turun. Ya untuk safety,
ya untuk memberikan pengarahan mendetail kepada joki; sebab jika tidak,
melenceng sekian derajat saja bisa berakibat fatal. Saya masih harus
melaksanakan tugas mulia mengabadikan momen, sehingga masjo pun harus meminta
bantuan pengarahan dari navigator jip lain, dan itu perlu. Tidak usahlah
sok-sokan jago nyetir offroad tanpa aba-aba. Wong para adventure offroader profesional sekelas JORC dan IOX kemarin itu
saja tetap perlu aba-aba dari para navigator dan crew-nya. Demikian halnya dengan speed offroader yang kebut-kebutan di sirkuit SCS, mereka juga
butuh dan wajib didampingi navigator yang memberikan aba-aba dan pengarahan.
Mau mbalap sendirian? Jadilah pembalap F1. Moto GP juga bisa. Atau.... yaa
setidaknya pembalap pasar senggol.
Minta digaetin... dan itu perlu, brosis. |
Klontang........!
Momen
apa yang paling seru dari acara jip-jipan? Klontang! Yep, anda betul... tapi klontang
kali ini beda. Semua tampak prihatin, susah. Tidak ada tawa jenaka dan
cengengesan-ria seperti halnya di SCS-SCS itu. Klontang di sini merupakan
sebuah kecelakaan seperti halnya kecelakaan di jalan raya. Mengapa demikian?
Karena jip yang klontang ini jip “rumahan” yang tidak siap dengan klontang; sebuah Katana ber-body tidak ringan, tidak ceper, tidak ber-seatbelt 4 titik, dan tidak ada rollbar/roll cage-nya. Terlebih dengan model
“konde”nya, jip Katana GX standar ini tampak tinggi menjulang bak pakai egrang.
Dia terlihat lebih berisiko limbung, tidak stabil daripada jip-jip rendah dan
berkaki ngangkang.... dan setahu saya, jip ini dan jokinya bahkan baru kali ini ikutan
CR-an di trek 4x4, dan langsung bertemu dengan medan yang sulit pula.
Jip
konde ini berada di urutan kedua ketika menuruni trek licin itu. Menurut si
joki, dia sudah mepet tebing kanan seperti yang sianjurkan, tetapi ban kanannya
naik dan akhirnya kehilangan keseimbangan. Ditambah dengan trek yang licin,
pengereman pun menjadi gagal. Kurang lebihnya begitu itu cerita yang saya
dengar. Jip merah di depannya tidak klontang, tapi sesampai di ujung turunan
kedua gardannya nancep di tanah gembur. Stuck!
Benar-benar gagal bergerak. Harus ditarik dengan strap.
Si merah menuruni trek dengan sangat berhati-hati. Penumpangnya turun dan memberikan pengarahan. |
Si merah temangsang, nancep di tanah. |
Yang klontang, yang nancep, dan yang lanjut. |
Memang, berada di barisan depan apalagi paling depan itu tidak gampang. Kita tidak punya referensi untuk dipelajari dan diikuti. Kita harus mikir sendiri, memutuskan langkah sendiri, kalau luput ya risiko ditanggung sendiri. Jip saya berada di urutan keempat, dan sejak mengetahui treknya licin, masjo langsung minta “dikawal” sama navigator lain. Bener-bener minta dipandu dan diaba-abai. Dia tidak mau merisikokan keselamatan. Ah... bersyukur punya misoa yang taktis kayak gini ini, Bhihihi.
Dari turunan, langsung mendarat di lumpur. |
Lha
si konde ini untung saja berjalan pelan sehingga imbas benturannya tidak parah.
Ketika klontang terguling, dia tertahan oleh pohon pinus yang tetap kokoh
berdiri. Kerusakan paling parahnya adalah penyok di bagian atap depan.
Alhamdulillah, masih untung joki dan ketiga penumpangnya selamat. Ketika
kejadian, para penumpang memang berjalan kaki mengikuti jip, tidak naik ke
dalamnya. Jip pun masih bisa dikendarai ketika pulang. Tidak ada kerusakan di
bagian mesin dan kelistrikan.
Ya.
Jip-jip kami memang bukan jip kompetisi offroad yang sudah dipersiapkan untuk
klontang, baik di alam lepas maupun di sirkuit Special Competition Stage (SCS). Walaupun demikian, dengan adanya kejadian ini, saya
seperti diingatkan jikalau sudah bermain di trek offroad (walaupun kami bukan
berstatus offroader, hanya temannya ofroader) ya harus semaksimal mungkin
melengkapi standar keamanan ber-offroad. Betul, niatnya hanya fun CR, bukan eskrim-eskriman, tapi yang
namanya kondisi alam kan kadang susah diprediksi. Manusia hanya bisa
merencanakan dan mengira-ira. Oleh sebab itu, sudah seharusnyalah safety diupayakan semaksimal mungkin. Semoga
jip saya segara dipasangi roll cage dan
seatbelt 4 titik ya, guys.... Amiin :))
Evakuasi
jip klontang
Sebelum
evakuasi dilakukan, area dibikin clear
terlebih dahulu. Semua jip yang masih di atas disuruh turun duluan. Setelah
area clear, baru si jip klontang diberesi.
Bahan bakar ditap habis, kaca depan dilepas, semua barang bawaan dikeluarkan dan diamankan. 2 jip menarik dengan winch dan strap dari 2 arah. Jip naas yang tampak bulky dan berat ini pun bisa berdiri lagi dan dipindahkan, ditarik dengan jipnya Mas Melky sampai ke parkiran di tepi jalan aspal.
Turun dengan ditahan strap dari belakang, dan diarahkan dari depan. |
Bahan bakar ditap habis, kaca depan dilepas, semua barang bawaan dikeluarkan dan diamankan. 2 jip menarik dengan winch dan strap dari 2 arah. Jip naas yang tampak bulky dan berat ini pun bisa berdiri lagi dan dipindahkan, ditarik dengan jipnya Mas Melky sampai ke parkiran di tepi jalan aspal.
Evakuasi dilakukan dengan dua winch dan satu strap. |
Bahu-membahu hingga si konde bisa berdiri lagi. |
Ditarik sampai ke parkiran di luar hutan sana. |
Sesampai
di parkiran, actually tepi jalan
tempat ngumpul di depan warung Mas Kukuh, jip ini diparkir di sisi kanan, baris
paling depan. Di depannya ada tanjakan. Saat itu kami sedang santai-santai
ngobrol. Jalan crowded oleh sepeda
motor, lalu sebuah Toyota Avanza
yang dikendarai abege cowok menabrak jip yang sudah penyok ini dari depan. “Kraakkks.....!!” suara benturannya mirip
krupuk diremes. Jipnya sih kagak ape-ape, Bang.... tapi si Avanza, bolong tuh hidung kirinya. Dia
menabrak bemper kiri jip. Hedeew.... nasib..... si konde ini, ibarat sudah babak
belur kena pukul, masih dijitak pula. Untung pas dijitak dia pakai helm. Hufttt.....
tapi kali ini tidak tampak ada yang prihatin, yang ada malah pada ketawa semua.
Toyota Avanza nyosor si konde, bolong hidungnya di atas lampu sein kiri itu. Difoto dengan snapshot, foto agak blur tapi lumayanlah, momen tabrakan itu masih sempat saya abadikan hihi.... |
Pukul
5 sore lebih sedikit kami cabut pulang. Tidak capek sih, hanya penat pikiran.
Mungkin karena perasaan empati itu ya, brosis. Kasihan si empunya jip konde.
Mau Lebaran, eh malah harus ngopname-in jipnya di bengkel. Ya,
sekali lagi, semuanya tetap masih harus disyukuri. Tidak ada satu pun yang terluka
dalam kejadian klontang tadi. Banyak pelajaran yang bisa saya petik dalam blusukan di Hutan Nglinggo kali ini, terutama masalah safety yang memang harus ditingkatkan dan dimaksimalkan.
Gulung strap dan bersiap pulang. |
That’s all, brosis, cerita kali ini. Panjang
bak seling winch diolor-olor ya. Bikin capek bacanya. Semoga kita semua bisa mengambil
hikmahnya. Wassalam.
~PIET~
~PIET~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar