Minggu, 16 Juli 2017

Perawatan Jimny: ganti kabel gas yang nyaris putus



Perawatan Jimny: ganti kabel gas yang nyaris putus

Beberapa waktu yang lalu, sore sewaktu berkendara di ringroad timur Jogja, sepulang dari rumah ortu, Jimny’88 saya mengalami sedikit trouble. Apakah trouble-nya?  Jadi, ketika pedal gas dilepas (tidak "ditancap"), jip tetap meluncur, nyelonong, ngegas sendiri. Waah…. gawat banget bukan? 

Beginilah wujud kabel gas yang nyawanya tinggal separuh
Tanda-tanda kabel gas akan putus
Saya deskripsikan frasa “akan putus” ini, which means si kabel belum putus total, masih setengah putus, setengah nyambung   kayak hubunganmu dengannya itu lho, dek…. gak jelas. bwihik.… bwihik :D.

Kabel gas Jimny yang nyaris putus dan gambaran strukturnya pas pedal gas ditekan. Gimana? Ngerriiiii...... 

Sewaktu berhenti di lampu merah, seperti biasa, gigi masuk ke netral. Yang aneh, suara mesin terdengar bernada tinggi dan“nggereng” . Yaa senada dengan vokalnya Rob Halford itu deh *ha?? sopo to kui mbak? mbuh, dek, guglingo dewe.* Well, dalam bahasa Indonesia, nggereng ini bersinonim dengan kata “mengerang. Hehe… at least itulah gambarannya.

Ini jelas tak seperti  biasanya yang anteng, renyah, tapi empyuk bak rempeyek…. Eh bukan dink, bak warna vokalnya Ona Sutra. ^^

Setiap mau sampai di lampu merah, perasaan sudah tak enak saja, karena suara nggereng itu pasti bakal terdengar lagi. Mirip dengan stationer yang disetel ketinggian… Ah, tapi masak sih, setelan stationer bisa berubah sendiri tanpa diulik? 

Hal ini pun masih ditingkah dengan terasa ngeyelnya si pedal gas yang tidak mau balik ke posisi normal. Seret!  Kayak ada komponen yang kecantol gitu. Satu-satunya cara menormalkan suara yang “meresahkan” itu adalah dengan “me-mengkal” pedal secara hati-hati bin tenderly, agar kembali ke posisi normal. Kenapa harus hati-hati? Lha kalau tidak, dikhawatirkan kalau ada perkabelan yang mbundhet atau putus, lalu mesin tidak bisa digas, lantas jip jadi mogok, dan saya dan masjo harus berbuka puasa di tengah ringroad  *dengan takjil asap dan debu jalanan?? Hikz*.   

Lha berhubung bepergiannya pas puasa Ramadhan, dan berjarak dekat pula, maka kami santai aja tidak membawa makanan dan minuman. Ini menjadi catatan bahwa, walaupun pas puasa, dan melakukan perjalanan berjarak dekat, kita tetap perlu membawa makanan dan minuman untuk berjaga-jaga.

Mengganti kabel gas sendiri, gampang kok!
Dan akhirnya kami pun selamat sampai di rumah sebelum adzan Magrib. Alhamdulillah, jip tidak mogok. Cumaa, rasanya ketir-ketir saja di sisa perjalanan itu Fyuuh…. Legaaaa.

Besok paginya masjo berinisiasi mencari tahu apa penyebab keanehan itu. Ternyata sesuai dugaan: kabel gas nyaris putus! Jadi, “nyawa” si kabel tinggal ditopang oleh dua utas kabel saja yang masih utuh, dari total enam utas. Waah… nyaris saja ya. Oiya, masing-masing utas itu terdiri atas kabel-kabel yang diameternya lebih kecil lagi. 

Kondisi kabel tersebut kemarin sore bisa digambarkan sebagai berikut:
ketika pedal gas diinjak, kabel itu meregang. Nah, bayangin saja andai meregangnya kebablasen: “mak thel!” putus dong, dan tidak bisa digas lagi. Ndorooong….. Amsyoooong. Untunglah hal itu tidak sampai terjadi. Hihihi.

Kembali ke pengecekan kabel gas tadi. Selanjutnya, masjo utak-atik sendirilah. Asal masih sebatas perbaikan minor, doi sanggup mengerjakannya. Saya sih nonton aja sambil mempelajari, *irit tenaga cyiin.... puasa-puasa :)* Bahan dan alat kerja yang dibutuhkan pun simpel, yaitu:

1. Kabel gas yang baru. 
Karena ini komponen vital, berhubungan dengan bisa tidaknya kendaraan dioperasikan, ya harus yang SGP dong, Suzuki Genuine Part. Harganya? Tenaang, terjangkau kok, Rp 38.000;- saja. Heh. Itulah sisi prosnya miara Jimkat, onderdilnya tidak mbikin kantong bolong.  Belinya di mana? Di toko onderdil mobil lokal Prabu Motor, Jokteng Wetan, Kota Jogja. Eiiitt, saya tidak di-endorse sama toko tersebut  lho ya. Just for sharing kalau-kalau anda juga butuh info tokonya. Kalau agan Koh Prabu mau ng-endorse saiyya? Oh monggooo… PM ya gan. Hehehe :))   Eh ciyus lho ini, Koh.

 
Kiri: kabel baru, kanan: kabel lama
Bungkus kabel gas yang SGP

       2.  Oli semprot
Buat melumasi bagian kabel yang letaknya njepit. Oli ini di-skip tidak apa-apa, vaselin pun sebenarnya sudah cukup. Cuma, biar yakin saja bahwa sisi tersulitnya sudah terlumasi. 

Kanan atas: oli semprot bermulut panjang runcing mirip paruh burung colibri, untuk memudahkan lubrikasi (abaikan sosok onggokan berbulu itu yess... beliau Denmas Tobi meong saya yang selalu kepo pada apa yang saya kerjakan ^^
3. Vaselin
Buat melumasi overall si kabel sebelum dipasang, supaya tidak terjadi friksi yang akan mempercepat keausan kabel. Tekstur vaselin ini lebih thick daripada oli, sehingga lebih menjamin keawetan perlindungan kabel terhadap friksi.

Vaselin *bukan buat henbodi ya sis :D*
        4. Kunci pas nomor 10
Buat mengencangkan dudukan gas yang di-attach di ruang mesin. Gambarnya bisa dilihat di atas-atas tadi.

Proses Pengerjaan
Pengerjaan penggantian kabel ini cepat banget, hanya 10 menit saja. Tekniknya juga simpel, hanya mencabut kabel lama, kemudian memasang kabel baru. Ya iyalaaah…. Hedeeh  -___-  Lha tapi detailnya gimana? Untuk para brotha mungkin sudah banyak yang pada tahu ya. Untuk brotha-brotha yang belum familiar dengan proses ini dan terutama untuk para sista, ini saya share detailnya.

Semprotkan oli ke celah-celah kabel

Oleskan vaselin seluruh sisi kabel
Kabel sudah terlubrikasi, siap dipasang

Pasang kabel dengan cermat
Kencengin pakai kunci pas
Kabel baru sudah terpasang
Letak geografis kabel gas, membujur di tengah frame foto ini. Hayo yang mana sis? ^^

Demikianlah brosis, miara dan merawat mobil tua itu memang butuh ketelatenan. Kita pun dituntut bisa menyensitifkan indera dan feeling. Dalam kasus kabel gas Jimny yang nyaris putus ini, indera pendengaran harus sensitif merasakan adanya perubahan suara mesin. Indera peraba, dalam hal ini telapak kaki, pun dituntut untuk bisa merasakan apakah pijakannya mengalir lancar jaya saja, ataukah ada yang seret. Semoga bermanfaat ya.

Wassalam

~Piet~

Selasa, 06 Juni 2017

Patuhilah Tulip dan Sabarlah dalam Antrian



“Patuh”. Apa itu patuh? Patuh itu intinya menjalankan apa yang disuruh.
“Sabaaar….” Apa itu sabar? Sabar itu intinya menahan hasrat atau keinginan.

Ihwal patuh dan sabar merupakan topik catatan CRan saya beberapa waktu lalu. Ada sebuah kejadian yang meninggalkan kenangan yang njelehi bercampur konyol saat saya mengikuti CRan di kawasan Jurangjero, wilayah penambangan pasir Gunung Merapi, Magelang, dalam rangka anniversary [SKIn] Magelang ke-4, hari Minggu, tanggal 14 Mei 2017. Maklum ya brosis, sebagai orang sok sibuk, cerita ini baru saya posting sekarang di bulan Juni. Whihik…. ^^

Oiya, kali ini saya sengaja tidak menyertakan foto banyak-banyak. Silakan anda berimajinasi sendiri-sendiri yess. Hehe. Anda bisa lihat foto-foto tersebut di Instagram saya @piett12 jika anda berkenan.
Jip saya di jalur tanjakan berbatu
Membaca tulip itu penting
Olrait. Singkat cerita, ketika start, kami barisan KJFC yang terdiri atas 30 jip, ngalir saja mengikuti rombongan-rombongan jip klub lain yang berjalan lurus. Ternyata, kami plus mereka kesasar semua. Seharusnya tak jauh dari titik start, kami belok kiri, tapi kami malah lurus. Wew, tidak mengindahkan tulip. Kekeliruan ini masih diperkuat dengan adanya orang di tepi trek yang mengarahkan kami untuk lurus. Padahal, setelah ditelisik, ternyata dia bukan panitia. Hakkk…..!?!? Lantas siapa? Orang lewat? Atau jin iprit“macak” panitia?

Puter balik deh….. Eh tapi puter balik 30 jip plus-plus-plus itu tidak semudah dan secepat puter baliknya 1 atau 2 jip. Selain jip KJFC, di depan sono ada puluhan jip juga. Di belakang pun setidaknya ada belasan. Ditambah dengan tajamnya sorot mentari jam 10-11 pagi menjelang siang itu, suasana jadi kian tidak nyaman. Belum lagi, kami harus nunggu antrian yang panjang dari barisan contra-flow, yang duluan masuk ke gang kiri itu. Lebih satu jam habis sudah hanya untuk nunggu di panasan, sambil semeter jalan-semeter stop. Keringat mengalir deras. Mood saya pun mulai memburuk, dan saya lihat teman-teman lain pun juga iya, tapi yah…. apa boleh buat. Salah kami sendiri, kok tidak mematuhi tulip.

Saya kasihan sama bapak ini, jadi ikutan stuck. Semoga sapi dan kambing di rumah tidak keburu kelaparan ya Pak....
Puter balik khatam, masalah selesai. Kami kini dihadapkan pada masalah berikutnya yakni antrian panjang lagi. Boring, dan panasnya minta ampun. Banyak yang stuck di depan sana. Biasaa, CR dengan peserta yang banyak memang berisiko stuck. FYI, cuaca saat itu memang terang-benderang. Langit biru bersih tanpa mendung memang sedap dipandang, tetapi ini membuat ganasnya sang surya bebas menyerang kami tanpa tedeng aling-aling. Suhu di kawasan gunung yang umumnya adem pun jadi terasa panas. Masih mendinglah kalau ngantrinya pas dapat di bawah pohon. Kalau di area terbuka, kabin jip seakan ruangan sauna. Fiuhh…. 

Panas bak di gurun, tapi keren ya pemandangannya..... ;)
Dilarang membuat jalur baru
Tulip dalam CR kali ini memampang peringatan "DILARANG MEMBUAT JALUR BARU" in caps lock
Kalimatnya jelas, bukan? “DILARANG MEMBUAT JALUR BARU”. Peringatan itu tertulis pada tulip dan dengan huruf besar semua. Artinya, ini penting bro….! We must pay attention and obey the rule seriously. It means peserta harus berjalan pada satu jalur yang sudah ditetapkan oleh panitia, tidak boleh mlipir-mlipir nyari jalur lain yang tidak dilalui oleh jip-jip di depannya. 

Semula saya bertanya-tanya, “Lho, bukannya kalau kita CRan itu memang jalurnya satu itu ya, dan semua peserta harus melaluinya dengan mengantri?” Mmmmm…… ternyata pertanyaan saya terjawab saat kami memasuki area penambangan pasir di Kaliputih yang tanpa air itu. Karena areanya lebar, maka peserta pada tergoda tuk melintas di kiri-kanan antrian supaya cepat sampai ke depan sana. Dengan kata lain: “membuat jalur baru”, dan itu jelas terlarang.  

Nampak semrawut, kan? Ya gitu deh kalau tidak mau tertib
 Lantas, kenapa terlarang? Ya karena si slonong boys pemlipir “ilegal” itu bakalan ketemu di persimpangan depan sana dengan barisan jip-jip dari jalur “legal”. Bayangin saja brosis lagi ngantri di pom bensin, terus ada yang nyelonong mlipir-mlipir maju sampai tiba di depan petugas pom yang hendak melayani brosis yang berada paling depan. Ilfil, kan?

Kalau sudah begitu, trus, siapa yang berhak didahulukan? Ya jelas yang dari jalur legal dong, tak ketinggalan beserta buntutnya yang puaaaanjaaang. Nah, sama juga kan, di sini seharusnya si slonong boys tahu diri dan menunggu antrian hingga si buntut berlalu. Lha tapinya, karena merasa sudah berada di depan, mereka ini merasa berhak. Tidak mau menunggu. Maunya duluan saja. Pokoke ra mutu wis. Coba sananya yang digituin, mau kagak?

Selanjutnya, bisa ketebak deh itu. Jip-jip jalur “legal” yang ditikung jadi merasa gusar, karena haknya terancam. Terlebih suhu panas bak di tengah gurun itu bikin lelah body, penat jiwa. Eh masih diperparah dengan tutur kata yang tidak mengenakkan, alih-alih permisi baik-baik. Ujian kesabaran memang.
  
Coba kalau mereka bilangnya baik-baik semacam, “Permisi Om, eike mau lewat dulu karena kebelet anu.… please Om, eike udah gak nahaaan. Minta jalannya ya Om ganteng.” Mungkin, walaupun terpaksa, si Om akan membiarkan mereka lewat. Lha tapi ini sebaliknya. Tidak diberi jalan karena belum haknya, plus kagak sopan, si slonong boys malah ngomong yang kagak ngenakin hati, seraya merangsek nyari ekstra plipiran lagi, e kok ya berhasil! Ck-ck-ck-ck….! Begitulah, mereka berhasil menyela-nyela di antara rombongan kami, dan berhasil naik ke tanjakan duluan. 

Kafaroh, bukan karma
Well, it’s okay guys…. Maybe you’re proudly thinking you win, dan kalian lanjut CRan dengan attitude yang demikian, tapi ingatlah.... Perbuatan kita itu tak lepas dari hukum sebab-akibat. Kalau tidak dapat kafaroh di dunia, ya di akhirat. Kebetulan ini kok langsung di dunia, di depan mata, masih di tekape, disaksikan ama kita-kita pula. Langsung dua jip yang nyelonong tersebut kena apes: yang satu TCnya jebol…… huhuuu. Yang satunya lagi bempernya copot pas nyetrap!
Wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkkwkwkwkwkkwkwkwkkwkwk………………………………………………………………hush! Cukup!
Naudzubillahimindzalik!
Semoga kita semua dihindarkan dari hal-hal tidak terpuji seperti itu ya brosis.

Saya jadi ingat, tepat setahun yang lalu di acara yang sama, yakni anniversary [SKIn] Magelang ke-3, rombongan kami “keselipan” dua jip dari klub lain. Kami kasihan, mereka terpisah dari rombongannya yang sudah berada di depan. Mereka ini baik-baik dan sopan, kebetulan kok cuacanya teduh dan adem. Walhasil, kami pun ikhlas dan senang hati memberikan jalan duluan untuk mereka agar bisa menyusul rombongannya. Wuiiih…. Senang rasanya bisa memberikan setitik kebahagiaan kepada orang lain.

Kesimpulan:
 -Patuhi tulip
Semanis dan sewangun apapun yang terlihat di depan, jangan hiraukan. Tetap ikuti petunjuk dan instruksi yang tertulis pada tulip. Itu akan membuat kita selamat dan damai. Tidak mematuhi tulip, kita bisa menuai perkara, bahkan celaka. Selain itu, kita berarti tidak menghargai panitia, sang tuan rumah si empunya hajatan. So, jadilah tamu yang sopan.
-Sabar subur banyak sedulur
Namanya CRan, jangan terpancang ingin segera sampai depan, apa lagi tanpa menghiraukan hak orang lain. Nikmati prosesnya, semanis-pahit-asem-asin-sepetnya kondisi di trek, nikmatilah. Semua itu ada hikmahnya, ada pelajaran bermanfaatnya kalau kita mau membuka mata, telinga, hati, dan pikiran kita.
-Anda sopan, kami saaangat segan

Bhay!


~Piet~

PS: foto bemper prothol kala srapping di IG saya tersebut bukanlah milik jip yang saya ceritakan di postingan ini, itu beda lagi. Ok... :))

Selasa, 25 April 2017

Dolan Country Road ke Brown Canyon Semarang

Foto-foto oleh: saya dan masjo
 
Dolanlah, supaya tidak jenuh
“Dolan sik, ben ra edan!” kata teman saya kalo dia pas pingin escape dari rutinitas. Kalau hidup tidak pake dolan, maka dia bisa edan, hihi. Begitulah the need for dolan, rekreasi, biar pikiran tersegarkan, tidak suntuk melulu, jangan sampai terjadi mental fatigue saat menjalani kehidupan seperti yang baru saja saya alami. Mumet, hectic, sensi *halah, curcol*. So, DOLAN itu bisa menjadi mood booster agar keadaan kembali normal.

Brown Canyon. Pernahkah brosis kesana?

 Poster event “Jambore dan Musyawarah Daerah [SKIn] Pengda Jawa Tengah” 
 
Sabtu-Minggu, 15-16 April 2017, saya dolan ke Semarang. Di sana ada acara kumpul-kumpul jip Jimny-Katana yang bertajuk “Jambore dan Musyawarah Daerah [SKIn] Pengurus Daerah Jawa Tengah”. Tak ketinggalan, ada CR-annya pula. Acara dihelat di Lapangan Latihan Kodam, di daerah Tembalang, tepatnya di depan Rumah Sakit Undip. Sebelum kesana saya chat dulu tentang lokasi tersebut pada adik saya yang lulusan Undip, coz dalam benak saya, Semarang itu tak jauh-jauh dari panas dan syumuk. Saya kan temannya manusia kutub yang menderita kalau berada di tempat panas. Kata dia, lokasinya di atas kok, artinya nggak yang panas-panas amat gitu. Terus, dekat kuburan.... blaik! Wedehh.... Jadi ingat jurit malam waktu kemah semasa SMP dulu, lewat kuburan bawaannya horor. Nggak lihat apa-apa tapi perasaan kayak lihat hantu beterbangan, hihihi.... Baiklah, setelah yakin no problemo, capcuzz… cabuut.... 

Tiba di Lapangan Latihan Kodam IV Diponegoro
Selepas sholat jamak-qoshor Magrib-Isyak, di malam Minggu itu kami meluncur bareng rombongan teman-teman [SKIn] Magelang dengan ber-7 jip. Nanti ada dua jip lainnya yang berangkat sendiri, satu menyusul dari Magelang, satunya lagi menyusul dari Jogja. Tidak lewat jalan tol, kami lewat jalur wisata Bandungan yang jalanannya berkelok-kelok dan naik-turun.

As always, masjo driver guanteng, saya navi unyu dan kami bak finalis dimas diajeng, wekekekk. Enaknya jadi navi, saya boleh terkantuk-kantuk, sedangkan masjo dilarang keras! Antara merem dan melek, tau-tau jip sudah masuk kawasan Universitas Diponegoro, yang mlipir jalan tol sekaligus gerbang tol Tembalang. Hehe… rasanya aneh deh, kampus jejeran ama jalan tol. Beneran, kami lewat jalan lingkungan kampus Undip mlipir, di sebelah kiri sudah jalan tol plus gerbang tol Tembalang. Kedua ruas jalan cuma dipisahkan oleh pagar tembok dengan ketinggian sedang sehingga dari dalam jip saya bisa melihat kondisi jalan tol. Bwahakk… ndesonya saya. Maklumlah, di Jogja raya kan tidak ada jalan tol, terlebih yang jejer ama kampus. Mlipir-mlipir syantik itu berakhir ke belok kiri, masuk ke sebuah tanah lapang berumput hijau dengan dikelilingi pepohonan. Sampailah kami di lokasi. Saya lupa tepatnya, tetapi sekitar pukul 9 malam lebih atau setengah sepuluhan.

 Mlipir gerbang tol
 
Wah asyik juga tempatnya, kelihatan rapi dan terawat. Ini merupakan lapangan tempat latihan om-om tentara brosis, milik Kodam IV Diponegoro. Ada panggung acara yang tak begitu besar di tengah lapangan, yang menyajikan dangdutan orgen tunggal. Hehe…. Always kalo itu ya. Di sekeliling lapangan itu sudah banyak Jimkat yang datang terlebih dahulu. Mereka datang dari chapter-chapter klub [SKIn] atawa Suzuki Katana Jimny Indonesia, yang bernaung di bawah [SKIn] Pengda Jawa Tengah. Bentuk, warna, dan style-nya macem-macem. Ada yang standar a la keluaran pabrik, ada yang setengah modif, dan ada yang full modif.

 Dolanlah, nikmati udara luar yang segar…. karena pikiran dan hati kita butuh penyegaran

Saya, dan tentunya brosis penyuka Jimkat tentulah senang melihat Jimkat cakep-cakep di sana. Bisa buat cuci mata, bisa pula buat referensi untuk memodifikasi Jimkat masing-masing. Ehemm…. Siap-siap teracuni. Jimny saya merah, tapi kok lihat Jimny trepes warna kuning ban extreme itu kok ya naksir juga ya?? Sama naksirnya saya ama Jimny kanvas yang agak dekil itu, hehe. Jimny merah polos berban extreme dan ber-winch itu mayan gahar jugak! Lah, Jimny putih trepes itu pun ciamik! Ahihihi…. Human nature! Saya mensyukuri saja jip saya, dengan segala kurang-lebihnya; tapi saya juga mengapresiasi jip-jip lain yang dimodif bagus-bagus itu. Sudah pernah saya sebut dalam postingan terdahulu, dalam situasi seperti ini saya seperti a kid in a candy store. Excited!

Parkiran yang rapi
 
Langsung kami cari parkiran yang masih longgar dan nyaman buat nge-camp. Ndakdo tukang parkir, semua nyari space sendiri, lalu markirin dan merapikan jipnya sendiri-sendiri. Mmm…. Jadi inget cerita bapak saya yang suka nglurug main tenis ke Kucing, Malaysia, dengan teman-teman pensiunannya nyarter bus pariwisata. Beliau bercerita, bahwa lewat jalan darat dari Pontianak melalui Entikong, sekeluarnya dari wilayah NKRI memasuki Kota Kucing, ndakdo itu dijumpai tukang parkir, namun semua parkiran tampak rapi dan tertib. Itu karena kesadaran masyarakatnya yang tinggi, yang tentu saja diawali dengan peraturan yang sedemikian rupa ditegakkannya, sehingga terbentuklah habit yang baik dan tertib itu. Wew…. Kapan nih Indo bisa kayak gitu? *terdengar Koesplus nyanyiin Kapan-kapan…….* Ya tapi mendinglah, ketertiban itu senantiasa saya jumpai saat main sama anak-anak jip macam gini. Kita semua satu kepentingan kok ya, sama rasa, jadi bisa saling berempati.

  Jipku tendaku
 
Kembali ke lapangan. Eh, banyak pohon mangga yang mulai berbuah kecil-kecil. Walaupun gak bisa buat ngerujak *hussh! disuruh push up 99x ntar* tapi lumayanlah, bisa buat berteduh besok siangnya. Selanjutnya, kami melakukan registrasi dengan tak lupa menyertakan uang Rp 150 ribu rupiah per mobil. Dapat apa saja? Standarlah brosis, dapat makan malam nasi kotak buat driver dan navi, kupon makan dan snek buat besok pagi, kupon undian doorprize, stiker persegi nomor lambung, stiker panjang event, dan stiker bundar kecil event. Keesokan harinya dapat peta tulip buat CR. Oiya, dapat kaos pula sebenarnya, tapi ditunda karena masih belum jadi. Ya, oke. Saya memaklumi, mengingat katanya, event ini cukup mendadak dicetuskannya sehingga waktu persiapannya pun cukup mepet pula (kabarnya hanya tiga minggu, CMIIW). Not bad, buat waktu persiapan sesingkat itu.

Tidur beratapkan langit
Yang satu ini sudah cukup lama tidak saya lakukan: tidur beratapkan langit. Yak, tidur tanpa atap rumah, tanpa tenda, tanpa terpal, atau tanpa kanopi-kanopian. Mata langsung bertatapan dengan gemerlap sinar sang dewi malam, sambil sesekali menghitung bintang yang malu-malu untuk berkedipan. Merasakan embun menempel di selimut dan bantal, beralaskan tikar ala kadar. Sebuah kesederhanaan yang sungguh manis bak kue lupis. Aish! Khairil Anwar mana nih mana.…?? *ditimpuk pena* Memang, alam itu membuat kita jadi puitis ya brosis. Kadang romantis. Kadang pula berasa atis, seperti malam itu. Tadinya saya random mengira lokasinya tak seberapa atis bin dingin, jadi tak perlulah tenda-tendaan. Lagian, saya memang belum punya tenda. Bhihik…. Mau nyewa terlebih pinjem, ah… riskan. Tenda kan barang pribadi. Lha ternyata, ketika malam meluncur menuju subuh, dingin mulai terasa di tepi lapangan itu. Embun pun benar-benar bikin basah tikar, karpet, bantal, dan sisi atas selimut, sisi yang tidak bersentuhan dengan hangatnya tubuh.

 Tikarku springbedku

Jam 12.35 an, satu jip teman KJFC datang. Nekat juga bro ini! Nyupir sendirian tengah malam dari Jogja ke Semarang ditemani anak, istri, dan adiknya saja; tak ada jip lain yang membarenginya. Bukannya kenapa, tapi Jimkat itu kan notabene barang tua. Kalau sendirian di tengah malam gitu, dan dikerjain demit terjadi trouble lalu mogok, siapa yang dimintai tolong buat nyetrap? Kunti atau Gendri. Untunglah dia madhep manteb dan lancar jaya sampai tujuan. Alhamdulillah.

 Keluarga pemberani, apa nekat?

Jaga kebersihan itu perlu
Pingin istirahat, tapi saya belum bisa terpejam dengan tenang. Boso Jowone “klisik-an”. Lha saya belum sikatan dan belum bersihin muka je. Walaaah! Perempuan! Hehehe. Iyaa, saya kan orangnya sok higienis. Jadilah saya ngogrek-ogrek masjo minta dianterin ke kamar kecil deket situ. Kebetulan kamar mandinya tidak bisa dikunci, perlu ada yang njagain, dan ada luwing alias kaki seribu guedenya pula di sudut pintu itu. Huhu… ceyemm.

Ada juga kamar mandi lain yang alamaak panjang bangeds bak kamar kos. Dari luar tampak kayak istal. Letaknya di dekat barak yang tak kalah panjang. Nah, saya mandinya di situ itu besok subuhnya. Ukurannya 3,25 x 4 meter, bisa buat main pingpong. Bak mandinya pun puanjang bak lori, ya sepanjang 4 meter itu. Airnya bersih dan jernih, gayungnya pun banyak. Mungkin ini didesain untuk bebersih masal para om tentara seusai latihan kali ya? Jadi hemat waktu, nggak perlu kelamaan nunggu antrian. Sayangnya, kok ada yang mbuang bungkus sabun dan bungkus sikat gigi di saluran drainase yang bikin tidak lancar air pembuangan ya?! Huhh… payah! Loe ga asik! Emang, apa susahnya sih bawa keluar bungkus itu? Berat ya? Emang berapa kwintal? Sewot bingids deh saya. Meskipun tidak disediakan tempat sampah di sana, sudah deffault kalau habis menguliti perlengkapan mandi ya diurusi sendiri smpahnya. Malu-maluin bener. Yang buang sampah itu harus belajar sama om-om offroader, yang sampahnya rapi termenej, bukan dibuang ngasal. Tidak heran kalau orang Meleysie suka ngatain dengan nada ngejek, “Ah… Indon!”

Suasana pagi di camp
Bangun tidur ku terus mandi. Habis itu sarapan nasi dus dan nyantai saja, piknik, ngobrol-ngobrol saja. Dolan kali ini saya enggan banget ngangkat kamera. Males nyari gambar, seadanya saja. Mungkin karena saya lelah sejak dari rumah karena masih berasa ada ekses-ekses pekerjaan, mungkin. Saya bener-bener hanya ingin dolan menikmati going outside tanpa diganggu aktivitas jepret-menjepret. But, gatel juga nih kalo nggak mejet-mejet shutter. Motret saya ala kadarnya, semau-mau gue. Gambarnya pun yaaaah semau-mau gue pula… alias jelek, hahaha.
 
 Suasana pagi di perkemahan


 Senam-senam dan lari-lari pagi


  Nontonin yang senam

Panitia mengambil gambar

Mentari mulai menghangatkan perkemahan

Di pagi yang cerah itu di lapangan ada senam bareng. Instrukturnya cukup heboh bersemangat, tetapi anak-anak jip itu kebanyakan memilih duduk-duduk nontonin yang senam, hihihi… Banyak pula yang masih di dalam tenda, bobok. Maklumlah, semalam kurang tidur, begadang. Bisa ketemu, kumpul, dan ngobrol seru dengan teman-teman jauh yang tak setiap hari bisa kopi darat itu adalah sesuatu.

  Mau outbond boleh, main bola juga boleh


  Drone, rembulan, dan… chemtrail ?

Di sisi lain lapangan ada yang lari-lari dan olah raga kecil. Entah dari mana mereka, mirip-mirip latihan menwa. Di atas camp ada “tawon besi” terbang kian-kemari mengambil gambar dengan dengungannya yang mirip bumble bee. Heeey…. Di langit biru nun jauh di sana kok ada segaris awan panjang tipis yang lama-kelamaan menyebar?! Ujungnya ada semacam benda mirip pesawat terbang yang tampak keciiil. Kalo brosis pembaca setia teori konspirasi, tentulah hapal dengan apa ini. Hehe. Saya berharap, ya semoga saya sehat-sehat saja, tidak kenapa-kenapa… karena dia persis di atas lokasi acara. Sliweran wira-wiri seolah tahu di bawahnya lagi ada pengumpulan massa generasi penggerak bangsa. Eww……

  Pasang stiker nomor peserta, 
pasang stiker juga buat nutupin body yang kropos.... ☺☺☺

Pasang-memasang stiker di jip pun menjadi pemandangan umum di pagi itu. Dulu, jip kami penuh dengan stiker event. Kalau kemana-mana ikut acara jip-jipan, stiker selalu kami tempelin di badan dan kaca jip. Saat ini, kami baru menyukai style simpel polos dengan aksen stiker variasi. Kalau pas ikut event, ya ditempellah stiker nomor pesertanya. Usai event, ya dikeleteklah itu stiker.

  Pasang stiker, pilih-pilih space yang masih bisa ditempeli

Kontes jip di lapangan

Masih pagi tapi siangan dikit ada kontes jip. Chapter-chapter diharuskan mengirimkan utusan jipnya untuk dikonteskan. Saya pun cukup nonton dari pinggir lapangan saja sembari ngobrol ca’em. Panas jek, males kesana-sana. Ada brosis yang tampak mulai gusar, biasalah… sudah tidak sabar lagi nunggu CR di-strart-kan. Hehehe.

Country road di Bukit Tembalang-Brown Canyon
Jam setengah sepuluh kurang, tibalah saat yang dinantikan: CR-an. Snek dus berisi kue-kue kelas berat pengganjal perut sudah dibagikan sedari pagi untuk bekal. Tahu aja nih panitia cara bikin perut kenyang. Meskipun tidak lagi dapat jatah makan nasi, tapi sneknya bener-bener nendang. Tulip pun sudah dibagikan. Di situ tertulis ada 3 jenis trek:
1. Trek guyon: 4x4
2. Trek towel: 4x4 fun dan 4x2 tinggi
3. Trek unyu: 4x2 standar

Istilah-istilahnya menghibur sekaligus humble , seolah-olah berkata, “ Aah, jangan khawatir Om…. Treknya nggak susah kok.” Tulip tersebut hanya terdiri atas satu setengah halaman saja. Yak, jarak dekat nih. Cepat sampai tujuan, cepat finish-nya. Tidak tertulis trek winching, wew….. padahal kenyataannya ada. Itulah risiko pemakaian istilah kiasan yang tidak to the point, sehingga informasi penting menyangkut keselamatan kendaraan dan bahkan manusia kadang bisa terabaikan. Juga masalah manajemen waktu peserta, jadi jauh meleset terlalu jauh.

Start dimulai, panitia pun membagikan kantong plastik kresek perjip untuk tempat sampah selama CR-an. Ini merupakan effort panitia untuk mengarahkan peserta agar tidak membuang sampah di luar jipnya atau di trek. Sebentuk upaya yang patut diapresiasi, karena, walaupun sepertinya sepele, tapi bayangin saja, kalau semua peserta buang sampah di sepanjang trek, mau jadi apa dong alamnya? Bukit Tembalang ntar jadi TPA. Kita kan tidak mau dicap negatif dan berbudaya rendah karena nyampah.

 Start CR-an

Oiya, panitia pun menyodorkan kerdus semacam kotak sumbangan untuk bakti sosial. Peserta dipersilahkan menyumbang seikhlasnya, kemudian melanjutkan perjalanan.

  Blusukan di semak-semak

Anggota rombongan kami nyaris semuanya jip 4x4, kecuali satu jip saja yang 4x2. Kami memilih “trek guyon 4x4 ”. Di persimpangan, jip 4x2 itu terpaksa harus berpisah karena dia wajib lewat “trek towel”. Ahihihi. Towel, lucyu aja namanya. Entah arti sesungguhnya apa, entah di-towing, entah ditowel/dicolek. Di sepanjang jalur pun dipasangi spanduk bertuliskan kata-kata lucu nan menghibur, yang menyemangati, plus bergaya alay kekinian… hehe. Semangat remajanya kelihatan. Atau, mungkin yang nulis itu masih remaja belia ya? *Ah, sayanya aja yang begaya  tua  dewasa.*


 Tak cuma di meme-meme medsos, di trek pun ada yang beginian

Eh, banyak kebo juga di sana yang bullshit-nya bertebaran kemana-mana. Kalau tidak hati-hati menapak…… ieuh! Alas kaki anda bakal tambah berat dua ons. Saya cari-cari, kok tidak ada anak gembala meniup seruling di atas punggung kebo itu ya? Ow, itu kan kini tinggal nostalgia syahdu dalam lagu. Hiks.

Para kebo yang digembalakan di Bukit Tembalang

Pada dasarnya, CR-an ini aman dan normal, namun ada dua trek yang menjadi handicap, dan lebih dari itu, jadi masalah buat saya dan peserta-peserta lain: trek tanjakan lumpur dan trek batu Brown Canyon. Okeih, kita bahas satu-persatu.

Handicap tanjakan berlumpur
Trek tanjakan berlumpur ini adalah handicap pertama yang kami temui di “trek guyon 4x4”. Sependek sepengamatan saya, tidak ada jip yang berhasil lewat sini kalau tidak diwinch. Panitia sudah menyediakan jip rescue di ujung tanjakan, saya lihat ada Toyota Hardtop warna hijau telur bebek yang sedang ngewinch jip peserta. Hmmm….. andai semua jip yang taruhlah berjumlah 40 (dan kayaknya lebih) naik ke trek itu, coba bayangkan, kalau satu jip butuh 20-30 menit untuk naik, coba dihitung waktu yang dihabiskan di situ. Sampe ntar malam atau besok pagi mungkin baru bubar.

  Keramaian di tengah alas

Jip dari [SKIn] Kudus ini mulai memasuki trek tanjakan berlumpur
 

Mencoba naik-turun, lalu pasrah menyerah ditarik seling

Kami mempertimbangkan itu, maka dengan mantab masjo pun ngajakin saya puter balik, mlipiiir! Ahahaha… Biarin! Karena kami kembali lewat jalur awal, maka kami ketemulah dengan barisan panjang jip-jip yang ngantri trek. “Stuck, ngantri lama!” begitulah yang kami katakan pada barisan itu yang bertanya kenapa kok jip kami balik kanan, emang ada apa di depan sana. Matahari bersinar terik pula, seolah menambah galau anak-anak dan ibu-ibu yang ikut CR-an. Hihi, risiko ikut CR-an dik, buu…. Muka saya juga gosong kok, sunblok saya kurang tebel. Besok lagi perlu pake topeng, minjem tukang las…. Wkwkwk.

  Balik kanan. Ketemu dengan rombongan 4x4, 
lalu minta jalan lewat menuju “trek towel”

Selanjutnya jip kami masuk jalur 4x2. Naungan pepohonan rasanya lumayan ngedem. Terus ketemu persimpangan jalur 4x4. Berhentilah kami nungguin jip-jip rombongan kami di situ, markir jip, terus jalan kaki ke atas trek lumpur sambil nonton proses winching lanjutan yang tadi itu. Tidak sedikit warga desa sekitar yang ikut nonton. Salah satunya ada yang cerita ke salah satu teman bahwa kemarin, parit di trek itu dibendung airnya. Hari ini baru dibuka. Hahay….! Oke, oke. Tidak masalah. Sah-sah saja, itu adalah upaya biar treknya jadi lebih licin dan asyik. Yang jadi masalah buat kami, dan buat ji-jip lain yang mlipir adalah tidak adanya informasi bahwa ada trek wajib nge-winch-nya. Kami kira 4x4 biasa, yang penuh dengan guyonan seperti judulnya. Eh ternyata panitianya yang “ngajak guyon”, memberi kami “surprise”. Atau, panitia sendiri yang kurag aware kalau luapan paritnya ternyata kebanyakan sehingga kelicinan trek yang dimaksud menjadi berlebihan, dan mengubahnya menjadi trek ekstrim?

Di belakang sana tampak datang rombongan-rombongan jip. Laahh… itu mah jip-jip 4x4 yang tadi kami ketemu di jalur 4x4 contraflow. Wkwkwkwk….. pada mlipir juga ternyata. Geli bercampur senang. Lha jip saya jadi banyak teman, teman senasib seplipiran, qiqiqi. Padahal ada yang sudah tampak “siap tempur” dengan ban ekstim, winch, dan roll cage. Itu tak jadi soal. Tentu pertimbangannya adalah mood dan waktu, bosan dan penat jika harus menunggu antrian kelamaan. Selain itu, besok Senin kita rata-rata harus kembali bekerja, anak-anak juga harus ke sekolah. Jadi jangan sampai nanti pulang telat, dan tidak punya cukup waktu buat beristirahat. Jangan sampai kerja dan sekolah jadi batal karenanya. Wokeh… lanjuuut.

Brown Canyon, bukit keruk back hoe
Pascatrek lumpur, trek berlanjut melewati pepohonan di kawasan hutan kecil, lalu masuk kampung. Penduduk kampung tampak excited nonton arak-arakan jip kami, sambil senyum-senyum ngitungin jip-jip yang kotor berlumpur.

Salah satu sisi Brown Canyon yang tidak benar-benar coklat
Trek kemudian keluar ke jalan raya menuju Brown Canyon (BC). Ya, itu adalah salah satu tempat wisata kekinian di seputar Semarang.Terbentuk dari hasil pengerukan dengan alat berat (back hoe), bentuk bukit pun menjadi unik dan fotogenik. Tak heran kalau di tulip tertulis “selfie” di trek itu. Hehe. Ya ya… Sekarang kan eranya foto selfie brosis. Wisata di BC pun didominasi oleh wisata berfoto, khususnya foto selfie. Setahun yang lalu saya lihat di foto, bukit ini masih berwarna coklat apik, tapi kini sudah banyak dicampuri oleh warna hijau rerumputan. Kefotogenikan si canyon coklat itu pun sedikit berkurang. Well, tak semua yang hijau itu indah ya brosis, tergantung pada banyak hal.

 Brown Canyon Semarang bersemu hijau, tetep indah kok

Mongomong, sekarang di mana-mana banyak bukit keruk yang dijadiin tempat wisata berfoto. Di Jogja pun ada, tepatnya di kawasan wisata Mangunan, Imogiri, Bantul. Anak-anak kekinian menyebutnya bukit begho (back hoe). Di dekat Prambanan pun ada, namanya Bukit Breksi. Di Madura juga banyak, dan bahkan menjadi subjek mahasiswa saya dalam tugas akhirnya. Iya betul, fenomena wisata bukit keruk ini demikian semaraknya di era fotografi dengan kamera ponsel yang berafiliasi dengan medsos ini. Mungkin di daerah lain di Nusantara tercinta yang belum saya ketahui juga banyak ya?

Kemon dilanjuut. Dari jalan raya beraspal, kami masuk mulut gang menuju kawasan tebing coklat itu. Panitia sudah siap dengan menempatkan sejumlah bapak polantas di situ. Bapak-bapak polantas itu tampak sigap mengatur arus keluar-masuk jip terhadap arus mainstream jalanan. Hal ini penting brosis, demi keamanan bersama. Anda tentu tahu kan, gimana bawaannya kalo lagi ngejip dalam rombongan panjang? Rasanya kayak nggak mau dipotong dari barisan, dan itu tentulah akan merugikan pengguna jalan lainnya karena waktu mereka banyak tersita untuk menunggu rombongan kita lewat sepenuhnya. Kadang, mereka pun tak mau ngalah, tak sabar menunggu. Kalau semua tak ada yang mau ngalah, biasanya terjadi deh itu senggolan. Tepatlah kiranya kehadiran polantas di sana.

  Arak-arakan jip naik dan turun BC

Wokeh, tak jauh dari jalan raya, sampai juga kami di BC. Jalur naik dan turun CRnya sama. Artinya, jip yang baru naik akan ketemu dengan jip yang sedang turun. No worry, jalannya lebar kok. Yang dibedakan cuma jalur 4x2. Tantangan di sini berwujud trek keras berbatu, ada pula tanjakan yang cukup patah berbeloknya, dan musti menghindari nubruk batu besar. Intinya, trek BC ini brosis harus siap dengan kerusakan hardware macam transfer case, gardan, as roda, tangki bensin, en teman-temannya itu di sektor kaki-kaki.

Jip ini pake naik-turun…. naik lagi, turun lagi, baru berhasil melewati tanjakan agak zig-zag itu. 
Tantangannya, habis menanjak, terus menghindari menumbuk 
batu besar di kanan itu, lalu nanjak lagi.

Handicap Dono Kasino: amsyoong…..
Satu handicap yang bikin qeqi yaitu trek batu nongol. Letaknya di tengah-tengak trek. Mau ambil kanan, badan kiri kena… mau ambil kiri, badan kanan kena. Kanan kena, kiri kena. Wedewww…. perasaan kite kagak sedang syuting pilem Dono Kasino. Jip saya pun tak bisa menghindar, dan…. Dwarrr!!! Penyok dah side bar kiri, karena masjo ngambilnya ke kanan. Huhuu… Itu pun dia sudah pelan-pelan ngegasnya sampe mesin mati beberapa kali, supaya impact-nya tidak besar.

Nih, saya kasih foto sekuennya. Pelan banget masjo nyetirnya, buat memperkecil terkena imbas tumbukan. Ambil kanan, kiri kena…. Ambil kiri, kanan kena. Have no choice, semua pahit, dan “dwaggg!” Kena deh sidebar kiri!

Selain penyok, setelah dicek ternyata side bar-nya nonjok body bawah, penyok pula tuh body. Bhihik. Rapopo, risiko CR-an. Kita harus siap dengan jip rusak, kenteng, ganti komponen, pergi ke bengkel, dan pergi ke toko onderdil. Untunglah penyoknya tidak parah. Besoknya, dikerjain sendiri ama masjo pun jadi. Penyoknya cukup teratasi meskipun hasilnya tidak mulus-mulus amat.

  Jip beliau pun tak luput dari si batu amsyong, bengkok jek… 

Sebelum jip saya on the track, saya sengaja turun untuk melihat detail handicap, dan menjadi saksi bagaimana jip-jip ber-side bar nyamping dan ber-ground clearance tidak tinggi menjulang tak punya pilihan untuk bersenggolan amsyong. Rombongan kami saja ada 4 jip yang “kena deh!” Semuanya ber-side bar nyamping dan ber-ground clearance tinggi normal. Entah bagaimana dengan jip-jip peserta lainnya.

 Nih, foto sekuen lainnya. Katana long berban 31 ini maju-mundur cyantik duyu… 
maju pelaaaan-pelan, dan sepertinya lolos, tapi… “jdaaagggg!” knalpotnya kena!
 
Jip teman-teman yang tinggi menjulang rata-rata pada aman. Hmmmm, mungkin ada yang tanya. Kalau gitu, lha kok jip saya tidak ditinggimenjulangkan? Brosis, tinggi menjulang itu memang keren, lebih berkesan gagah, tapi kurang save karena risiko klonthang-ya jadi lebih besar. Ini disebabkan oleh nature-nya Jimkat yang tinggi itu tidak diimbangi dengan kelebaran kaki-kakinya dalam menapak bumi. Dengan kata lain, rasio height to width-nya tidak balance. Alias, Jimkat itu tinggi tapi kurang ngangkang . Padahal, faktor “ngangkang”-nya itulah yang bikin balance. Oleh karenanya, untuk membuat ngangkang, orang sering menambahkan adapter pada as roda. Adapter itu pun tidak boleh asal lebar, ada hitungan amannya. Kalau terlalu lebar, as malah jadi rentan patah, hiiii… ngeri kan?? Selain dengan adapter itu, ada pula yang mengganti as bawaan dengan as jip model lain yang dari sononya sudah lebih lebar, misalnya as Samurai.

Sempat saya menyimak komen seorang teman yang cukup berpengalaman dalam offroad. Pascamelihat trek amsyong itu, dia bilang bahwa trek yang apik bukan yang asal bikin rusak kendaraan. Trek yang apik itu tidak sekedar asyik, seru, dan ada tantangannya saja; tetapi juga tetap aman bagi manusianya serta kendaraannya. Wah, betul banget kata Om ini. Bukankah kita CR-an untuk seru-seruan, supaya bahagia? Hal ini berbeda dengan trek offroad ekspedisi yang ganas dan kejam, yang pesertanya pure adventure offroader.

Eh, lalu, apa bedanya CR bin country road dan offroad ya? Hayoo....? Kok kita-kita pecinta Jimkat lebih sering memakai istilah CR daripada offroad? Kapan-kapan inshaallah saya bahas yes. Hehehe… tapi tentu saja kalau saya sempat.


Turunan ini cukup curam, batu keras itu perlu dihati-hatiin. 
Kalau tidak pas sudutnya, transfer case bisa kena.
Bersiap-siap turun dari BC, ada yang selfie dulu

Jip panitia berjaga di titik-titik tertentu
Yah, begitulah. Eniwei, setelah ngetawain diri masing-masing, kami bergerak turun dari BC menuju finish tikum lapangan. Trek kembalinya biasa saja, wong jalan raya doang. Sudah tidak ada lagi handicap.

Finish di lapangan
Sesampainya lagi di lapangan, saya dan masjo bergegas ke kamar mandi yang bisa buat pingpong itu, sekalian wudhu lalu sholat jamak-qoshor Dzuhur-Ashar di mushola tepi lapangan. Di situ tersedia tempat wudhu yang airnya mengalir lancar. Banyak brother dan sister yang wudhu dan sholat juga di sana, alhamdulilah sejuk di dada. Di tengah keasyikan main, mereka juga masih ingat kewajibannya.

Finish! Masuk ke lapangan lagi. Panitia tampak berjaga dan siap 
memberi paraf kupon doorprize peserta yang berhasil finish.
 
Sambil nunggu rombongan jip lain yang belum finish, panitia menyajikan hiburan penyanyi dangdut koplo seperti biasa. Saya dan ibu-ibu milih duduk-duduk menggelar karpet di bawah pohon mangga, sambil minum es dawet dapat di mas-mas bakul ideran. Waw, seger bingits panas-panas nges dawet. Ini salah satu minuman favorit saya sejak kecil. Sekarang minuman favorit saya sih sudah nambah satu lagi, teh panas gula batu. Wuahaa… Sesuai umur ternyata yaks.

Panitia membacakan hasil undian doorprize diselingi hiburan orgen tunggal

Dapat doorprize bemper, lumayaan....
Panitia kemudian membacakan satu demi satu hasil undian doorprize. Bwehehe, seperti biasaa… Saya tidak pernah mujur soal undian-undianan, makanya tidak berani ngarep dapat, sekedar selembar kanebo sekalipun. Saya dolan mah niatnya buat refreshing saja, bukan nyari hadiah, meskipun kalau semisal dapat ya tentu tidak boleh nolak duong, hihii. Kapaaan itu kelakon ya? Hmmmm…

Teman-teman serombongan kami lumayan tuh, ada yang dapat setiran, bemper, dan tas carrier. Lumayanlah, sedikit pelipur hati dari penyok-penyok tadi. Btw, saya tidak menyimak hasil kontes jip yang menang yang mana, dari chapter mana dan pada kategori apa saja. Tau-tau acara ditutup setelah hadiah terakhir dan terbesar diumumkan, yaitu sebuah sepeda motor matic Yamaha Mio. Dan… sekali lagi itu bukan nomor keberuntungan saya. Hihihi. Selamat ya buat yang memboyong pulang Mio.

 Driving home via Bandungan. Hasta la vista, Semarang! 
Waktunya bersiap-siap buat kembali ke rutinitas esok hari
 
Kami pun langsung bergegas mengemasi barang dan naik ke jip masing-masing, line up, dan cabut pulang pukul 2-an siang. Pulangnya masih sama, lewat Bandungan. Tidak ngebut, pelan-pelan saja. Lagian, mana ada Katana-Jimny bisa ngebut yak? Saya sendiri baru nyampe rumah sekitar pukul 7.30-an malam. Alhamdulillah lancar. Saya pun dapat sejumlah pembelajaran dengan cara yang menyenangkan.


   Parkir di sebuah lapangan, mampir jajan mie ayam. 
1, 2, 3, 4…… empat jip dihitung dari kiri ini victims, penyok semua. Wkwkwk… 
 
Kesimpulan dolan country road ke Brown Canyon Semarang

Pros:
+ tikum representatif, luas, hijau, dan banyak tempat teduh
+ mandi dan ibadah lancar
+ ada penjual dawet, hihi
+ panitia siap: ada pembagian tas kresek sampah, polantas
+ refreshing, penawar mental fatigue

Kons:
- trek winching tidak diinformasikan, bikin antrian panjang dan stuck lama 
saran: perlu diinformasikan dengan jelas, jangan di-“ciluk baa”
- handicap batu nongol mencelakakan kendaraan
saran: konsepkan trek yang asyik tapi save untuk kendaraan dan penumpang
- saya tidak sempat selfie di Brown Canyon karena sibuk ngambil gambar
saran: tidak ada, itu salah saya sendiri
 
Sampai jumpa di lain post. Wassalam.
~Piet~